Jalur evakuasi tsunami berguna dalam memandu masyarakat menuju tempat kumpul atau menjauhi tempat rawan tsunami menuju tempat aman.

Sumber: tempo.co

Masih ingat kejadian bencana tsunami Anyer hingga Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah sekitar tiga tahun yang lalu? Wilayah tersebut hingga kini masih mencoba membenahi diri usai bencana.

Sebagai wilayah dengan garis pantai terpanjang di dunia, Indonesia selalu dibayangi kemungkinan terjadinya tsunami. Pesisir Indonesia sebagian besar termasuk kawasan rawan bencana tsunami. Dilansir bmkg.go.id, data menuliskan bahwa 46 persen dari total panjang pesisir di Indonesia rawan tsunami.

Berbagai peristiwa tsunami dahsyat yang pernah menghantam daratan Indonesia, tercatat pada 26 Desember 2004 melanda Aceh, pada 17 Juli 2006 melanda Pangandaran, kemudian pada 28 September 2018 melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, dan pada 22 Desember 2018 juga menerjang pesisir Banten dan Lampung. Berbagai bencana tsunami tersebut telah menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian material yang sangat besar dan trauma bagi masyarakat kawasan pesisir.

Penyebab tsunami di Indonesia juga cukup beragam. Dilansir bmkg.go.id, statistik global mencatat bahwa 90 persen kejadian tsunami diawali oleh gempa bumi tektonik, 10 persennya dipicu oleh aktivitas non tektonik.

Kejadian tsunami di Indonesia tidak hanya dipicu oleh gempa bumi tektonik, namun juga rawan dengan tsunami yang dipicu oleh aktivitas non tektonik seperti aktivitas vulkanik, mengingat Indonesia memiliki beberapa gunung api yang berada di bawah laut.

Baca juga artikel ini:

Minimalkan Korban Jiwa, Diperlukan Pembuatan Jalur Evakuasi Tsunami Sesuai Standar   

Tsunami merupakan bencana alam yang tidak sering terjadi namun kedatangannya memberikan dampak yang sangat besar. Beberapa peristiwa tsunami umumnya merupakan bencana kemanusiaan yang menelan korban jiwa dalam jumlah banyak.

Proses evakuasi, pencarian, dan penyelamatan korban bencana gempa bumi dan tsunami di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/10/2018) lalu.

Sumber: kompas.com

Melihat berbagai peristiwa tsunami, pada umumnya masyarakat tidak mengetahui bahwa mereka bertempat tinggal di kawasan sangat rawan atau rawan bencana tsunami. Oleh karena itu, mereka sering melakukan evakuasi dalam keadaan panik dan tidak terarah sehingga menimbulkan kekacauan yang dapat mengakibatkan korban.

Di Indonesia sendiri, telah teridentifikasi lebih dari 172 kabupaten/kota dalam 25 provinsi yang mempunyai kawasan pesisir rawan tsunami, namun hanya sedikit yang telah memiliki jalur evakuasi tsunami.

Beberapa kota/kabupaten yang sudah memiliki jalur evakuasi tsunami antara lain Kota Banda Aceh, Kota Padang, kawasan wisata Pelabuhan Ratu dan Pangandaran, Kabupaten Anyer, Kota Cilegon, dan Kabupaten Bantul. Sementara itu, Kota Banda Aceh, Lhokseumawe dan Meulaboh telah memiliki bangunan bertingkat sebagai tempat evakuasi.

Oleh karena itu, pembuatan jalur evakuasi tsunami sesuai standar sangat diperlukan mengingat daerah pesisir Indonesia banyak yang dikategorikan daerah rawan tsunami. Jalur evakuasi tsunami juga harus dipahami atau diketahui oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan pesisir.

SNI 7766:2012, Mengatur Persyaratan Teknis dan Praktis Jalur Evakuasi Tsunami

Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengenalkan SNI 7766:2012 tentang jalur evakuasi tsunami, standar yang mengatur mengenai pembuatan jalur evakuasi.

Contoh Rambu Petunjuk Arah Evakuasi Tsunami yang terpasang di Dusun Dusun Klatak, Desa Kebo Ireng, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Sumber: BNPB Indonesia

Standar tersebut dirancang secara praktis dan sederhana dengan harapan mudah diikuti oleh pengambil keputusan dan pemangku kepentingan khususnya bagi calon penerap seperti RT/RW, desa/dusun, kelurahan, kecamatan sampai tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki kawasan rawan tsunami.

Jalur evakuasi tsunami merupakan lintasan atau jalan yang dapat dilalui dengan aman, baik oleh manusia maupun kendaraan yang dirancang untuk dilalui pada waktu terjadi tsunami. Jalur evakuasi tsunami ini berguna dalam memandu masyarakat menuju tempat kumpul atau menjauhi tempat rawan tsunami menuju tempat aman.

Pembuatan jalur evakuasi tsunami merupakan bagian dari perencanaan evakuasi terutama kawasan pesisir rawan tsunami. Pembuatan jalur ini tentu tidak bisa sembarangan, khususnya dalam pembuatan peta evakuasi yang dirancang untuk tingkat provinsi atau kabupaten menggunakan kaidah penyusunan peta mengikuti aturan dari Badan Informasi Geospasial (BIG) atau LAPAN.

Sementara untuk tingkat kecamatan, kelurahan atau desa (Tingkat RW) dapat berupa sketsa jalur-jalur atau denah tanpa harus menggunakan kaidah penyusunan suatu peta tetapi dimaksudkan mudah dipahami masyarakat.  Pemerintah daerah yang mengeluarkan informasi mengenai jalur-jalur evakuasi termasuk di dalamnya peta dan rambu evakuasi.

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang jalur evakuasi tsunami:

  1. Jauh dari garis pantai, muara sungai dan badan aliran sungai, serta saluran air yang bermuara di pantai.
  2. Utamakan mengevakuasi masyarakat dari kawasan Sangat Rawan atau Rawan.
  3. Tidak melintasi sungai atau jembatan, terutama yang dekat kawasan pantai. Bila terpaksa harus melintasi jembatan diperlukan kehati-hatian terkait kondisi kelaikan jembatan pasca gempa.
  4. Buat beberapa jalur evakuasi sejajar yang menjauhi garis pantai untuk menghindari terjadinya penumpukan pengungsi. Prioritaskan daerah pantai yang terbuka tanpa pepohonan penutup (nyiur, cemara pantai, mangrove) atau tanpa batu karang maupun gumuk pasir.
  5. Untuk daerah berpenduduk padat, rancang jalur evakuasi berupa sistem blok dimana masing-masing blok dibatasi oleh jalur jalan tertentu atau badan aliran sungai. Pergerakan pengungsi setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari kemacetan.
  6. Untuk daerah yang sangat rendah dan landai dimana tempat tinggi cukup jauh, dibuat sistem kawasan aman sementara berupa bangunan-bangunan atau bukit buatan yang direkomendasikan sebagai tempat kumpul aman sementara (evakuasi vertikal).

Cara lain adalah memproteksi kawasan rawan tsunami dengan jalur hijau sehingga luasan genangan tsunami dapat sedikit dikurangi.

  1. Dalam setiap jalur evakuasi dilengkapi rambu-rambu evakuasi untuk memandu pengungsi menuju tempat kumpul aman yang telah disepakati.
  2. Cari jalur terpendek dan teraman
  3. Atur arah lalu lintas sehari-hari searah dengan arah evakuasi supaya tidak membingungkan bilamana terjadi evakuasi yang sesungguhnya.
  4. Dalam merancang jalur evakuasi diperlukan beberapa tahapan kegiatan mulai dari:
  5. Tahap pengumpulan data
  6. Tahap studio
  7. Tahap rancangan peta awal
  8. Tahap pengamatan lapangan
  9. Tahap rancangan peta akhir
  10. Tahap rancangan peta jalur evakuasi dan produksi
  11. Tahap sosialisasi.

Melalui penerapan SNI 7766:2012, diharapkan daerah yang memiliki kawasan sangat rawan atau rawan tsunami mampu merancang, menyusun, dan menyiapkan jalur evakuasi bencana tsunami secara mandiri sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya masing-masing.

Diharapkan juga para perangkat daerah mampu menyediakan informasi yang komprehensif mengenai jalur evakuasi tsunami yang tepat untuk meminimalkan jumlah korban jiwa dan kerugian material, terutama pada daerah pemukiman padat yang terletak di wilayah pesisir bila terjadi tsunami.

Semoga bermanfaat. Salam safety!

 

×