Apabila di area kerja telah teridentifikasi bising lebih dari 85 dBA, maka perusahaan wajib menerapkan program konservasi pendengaran (hearing conservation program)

 

 

Gangguan pendengaran akibat paparan bising atau noise induced hearing loss (NIHL) sering dijumpai pada pekerja industri di negara maju maupun berkembang, terutama di industri yang belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Bising di lingkungan kerja dapat berdampak buruk terhadap pekerja dengan risiko gangguan pendengaran akibat bising sebesar 30 persen.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), gangguan pendengaran adalah salah satu penyakit terkait pekerjaan ketiga yang paling umum terjadi di Amerika Serikat (AS) setelah tekanan darah tinggi dan radang sendi (arthritis).

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memperkirakan bahwa 30 juta pekerja di AS terpapar kebisingan yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran yang sulit disembuhkan. Sementara di seluruh dunia, 16 persen gangguan pendengaran pada orang dewasa diakibatkan lingkungan kerja yang bising.

Oleh karena itu, apabila pada sumber telah teridentifikasi bising lebih besar dari 85 dBA dan mengakibatkan gangguan pendengaran pada pekerja, maka harus ditindaklanjuti dengan cara menerapkan atau melaksanakan program konservasi pendengaran.

Baca juga artikel: 

 

Bising dan Pengaruhnya Terhadap Pekerja

Beberapa ahli mendefinisikan bising sebagai bunyi yang tidak diinginkan, tidak disukai, dan mengganggu. Sementara menurut Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Kerja, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Bising memiliki satuan frekuensi atau jumlah getar per detik yang dituliskan dalam Hertz, dan satuan intensitas yang dinyatakan dalam desibel (dB). Berkaitan dengan pengaruhnya terhadap manusia, bising memiliki satuan waktu atau lama paparan yang dinyatakan dalam jam per hari atau jam per minggu.

Nilai Batas Ambang (NAB) Kebisingan

Sumber: Permenaker Nomor 5 Tahun 2018

Di lingkungan kerja industri, berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:

  • Bising kontinu dengan spektrum luas dan menetap. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya, suara mesin, suara kipas angin, dll.
  • Bising kontinu dengan spektrum sempit dan menetap. Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya memiliki frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya, suara gergaji sirkuler, katup gas, dll.
  • Bising terputus-putus (intermitten noise), yakni bising yang tidak berlangsung terus-menerus, melainkan ada periode relatif berkurang/tenang. Misalnya, suara lalu lintas jalan raya, suara pesawat terbang, dll.
  • Bising impulsif, memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya, suara tembakan, ledakan mercon, meriam, dll.
  • Bising impulsif berulang. Sama seperti bising impulsif, hanya saja terjadi secara berulang-ulang. Misalnya, suara mesin tempa di perusahaan.

 

 

Semua jenis bising tersebut berpengaruh terhadap pekerja, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain:

  • Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) bisa bersifat sementara atau permanen. Gangguan pendengaran ini bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tetapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
  • Efek fisiologis. Paparan kebisingan berdampak pada sistem kardiovaskular yang mengakibatkan meningkatnya kadar zat katekolamin. Tingginya kadar katekolamin (termasuk adrenalin) menyebabkan tekanan darah tinggi dan gejala lainnya, seperti stres.
  • Stres akibat kerja. Stres yang berhubungan dengan pekerjaan jarang diakibatkan karena satu faktor dan biasanya muncul dari interaksi beberapa faktor risiko. Salah satu faktor penyebabnya adalah kebisingan di area kerja, bahkan dari tingkat terendah.
  • Meningkatkan risiko kecelakaan. Tingkat kebisingan yang tinggi membuat pekerja sulit untuk mendengar dan berkomunikasi. Hal ini bisa meningkatkan potensi kecelakaan di area kerja.

Untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang diakibatkan faktor bising, perlu dibuat kriteria risiko dengan tujuan menentukan tingkat bunyi maksimum yang diperkenankan selama periode waktu tertentu, yang bila tidak dilampaui hanya akan menimbulkan sedikit perubahan pendengaran pekerja yang terpapar bising pada jangka waktu yang lama.

Beberapa faktor risiko yang berpengaruh pada tingkat keparahan gangguan pendengaran adalah intensitas bising, frekuensi, lama paparan per hari, lama masa kerja, kepekaan individu, usia, dan faktor lainnya.

7 Elemen Program Konservasi Pendengaran (PKP)

Program konservasi pendengaran (PKP) atau hearing conservation program merupakan program yang diterapkan di lingkungan kerja untuk mencegah gangguan pendengaran akibat terpapar kebisingan pada pekerja.

 

 

Secara umum, tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja melalui pencegahan gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja.  Program konservasi pendengaran terdiri dari tujuh komponen, di antaranya:

1. Penilaian paparan kebisingan

Tujuan penilaian atau survei kebisingan adalah untuk mengetahui adanya sumber bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB) yang diperkenankan dan mengetahui apakah bising mengganggu komunikasi pekerja, atau perlu mengikuti PKP.

Selain itu, juga untuk menentukan apakah area kerja tertentu memerlukan alat perlindungan pendengaran, menilai kualitas bising untuk pengendalian serta menilai apakah program pengendalian bising telah berjalan baik.

 

 

Penilaian paparan kebisingan ini meliputi:

  • Penilaian area, antara lain memantau kebisingan lingkungan kerja, mengidentifikasi sumber bising di lingkungan kerja, sumber bising yang melebihi NAB, menentukan perlunya pengukuran lebih lanjut, serta membuat peta kebisingan (noise mapping).
  • Penilaian dosis paparan harian, antara lain mengidentifikasi kelompok kerja yang memerlukan pemantauan dosis paparan harian, menentukan pekerja yang perlu dipantau secara individual, menganalisis dosis paparan harian, dan menentukan pekerja yang memerlukan penilaian dengan audiometri.
  • Engineering survey, antara lain melakukan analisis frekuensi untuk pengendalian, mengetahui pola kebisingan untuk perawatan, modifikasi, rencana pembelian peralatan mesin berikutnya, menentukan area yang perlu alat pelindung, dan mengusulkan pengendalian yang diperlukan.

2. Pengendalian kebisingan

Pada program pencegahan gangguan pendengaran terdapat tiga hal yang dapat mengontrol bahaya kebisingan, yaitu:

  • Rekayasa teknologi (engineering control) dengan pemilihan peralatan/mesin/proses yang lebih sedikit menimbulkan bising, isolasi sumber bising dengan pemasangan peredam bunyi, melakukan perawatan, dan menghindari kebisingan.
  • Pengendalian administratif, dengan melakukan shift kerja, mengurangi waktu kerja, merotasi tempat kerja, pengaturan produksi dengan cara menghindari bising yang konstan,  dan melakukan pelatihan dan sosialisasi fungsi pendengaran dan perlindungan.
  • Alat pelindung pendengaran. Penggunaan alat pelindung pendengaran merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan. Alat pelindung pendengaran yang digunakan harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai 85 dB, harus nyaman, sesuai dengan bahaya dan jenis pekerjaan, serta efisien.

3. Tes audiometri berkala

Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran menggunakan audiometer nada murni karena mudah diukur, mudah diterangkan, dan mudah dikontrol. Terdapat tiga syarat untuk kebasahan pemeriksaan audiometri, yaitu alat audiometer yang baik, lingkungan pemeriksaan yang tenang, dan keterampilan pemeriksa yang cukup andal.

 

 

Pekerja yang diperiksa harus kooperatif, tidak sakit, mengerti instruksi, dapat mendengarkan bunyi di telinga, sebaiknya bebas dari paparan bising sebelumnya minimal 12-14 jam, dan alat audiometer terkalibrasi. Tes audiometri atau tes pendengaran terhadap pekerja ini setidaknya dilakukan secara berkala setahun sekali.

Pemeriksaan audiometri ini sangat bermanfaat untuk pemeriksaan screening pendengaran, dan merupakan penunjang utama diagnostik fungsi pendengaran.

 4. Alat pelindung pendengaran

Menggunakan pelindung pendengaran ketika bekerja dengan paparan kebisingan tinggi merupakan upaya pencegahan yang tak kalah penting. Anda bisa menggunakan ear plug atau ear muff yang memiliki nilai NRR (Noise Reduction Rate) sesuai nilai kebisingan di area kerja atau dengan NRR terbesar.

Namun pastikan pelindung pendengaran yang Anda gunakan juga kompatibel dengan alat pelindung diri lainnya, seperti helm dan kacamata. Juga nyaman dan efisien saat dipakai serta saat Anda memakai pelindung pendengaran pastikan Anda masih bisa berkomunikasi dengan pekerja lain.

Rambu K3 Alat Pelindung Pendengaran

  1. Motivasi dan edukasi

Motivasi dan edukasi sebaiknya diberikan tidak hanya pada pekerja saja tetapi juga pada pimpinan perusahaan. Tujuan motivasi dan edukasi adalah untuk memberi pengetahuan dan memotivasi agar program pencegahan gangguan pendengaran menjadi kebutuhan bukan paksaan, menyadari bahwa perawatan dan pencegahan lebih penting daripada kompensasi.

Edukasi program ini meliputi:

  • Standar penanganan dampak kebisingan akibat kerja
  • Dampak kebisingan terhadap pendengaran
  • Kebijakan perusahaan dengan pengendalian bahaya kebisingan, baik yang sudah berjalan maupun rencana ke depannya
  • Pentingnya audiometri dalam mencegah hilangnya pendengaran akibat kebisingan dan bagaimana melakukan tes tersebut
  • Tanggung jawab pekerja dan manajemen, dengan diskusi mengenai sumber kebisingan, bagaimana pengendaliannya, dan upaya pencegahannya.
  1. Pencatatan dan pelaporan data

Informasi yang harus tersimpan dalam pencatatan dan pelaporan , yaitu data hasil pengukuran kebisingan, data pengendalian kebisingan (rekayasa teknologi dan administratif), data hasil audiometri, data alat pelindung diri, data pendidikan dan pelatihan, serta data evaluasi program.

  1. Evaluasi program

Penting bagi perusahaan untuk melakukan peninjauan apakah program konservasi pendengaran di atas sudah dilakukan secara menyeluruh dan kualitas pelaksanaan masing-masing komponennya sudah efektif.

Lakukan identifikasi apakah ada area kerja yang diharus dilakukan pengendalian lebih lanjut. Buat daftar yang spesifik untuk masing-masing area kerja untuk meyakinkan apakah semua komponen program telah ditindak lanjuti sesuai standar berlaku.

*             *             *

Gangguan pendengaran akibat bising merupakan penyakit akibat kerja yang masih sering dijumpai. Program konservasi pendengaran merupakan cara yang dapat mengurangi terjadinya gangguan pendengaran di tempat kerja. Sosialisasi program dapat meningkatkan kualitas hidup para pekerja di industri yang terpapar bising.

Salam safety!

×