Benarkah sanksi K3 di Indonesia masih lemah dibandingkan negara lain? Sudah 46 tahun, UU No. 1 Tahun 1970 diberlakukan untuk mengatur semua hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja. Sayangnya meski sudah puluhan tahun diterapkan, UU No. 1 Tahun 1970 masih tetap otentik tanpa ada amandemen sedikit pun. Termasuk mengenai hukuman maksimum di undang-undang ini hanya berupa denda Rp 100.000 atau kurungan tiga bulan penjara.
Tercantum pada Bab XI Ketentuan-ketentuan Penutup, Pasal 15 Ayat 2 yang menyatakan:
Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
Source: h2hconsultant.co.uk
Di era MEA 2016, UU No. 1 Tahun 1970 jelas sudah tertinggal. Misalnya, tercantum sanksi untuk pelanggar K3 berupa denda Rp 100.000, karena nominal tersebut pada tahun 1970 dengan 2016 itu berbeda nilainya. Hal ini membuat pelanggaran K3 akan mudah terjadi bila tidak ada revisi. Lemahnya hukuman ini juga semakin membuktikan bahwa harga nyawa pekerja di Indonesia sangatlah murah.
Regulasi yang ada saat ini belum mampu memberikan efek jera bagi perusahaan atau orang yang melanggar norma-norma dan ketentuan K3. Bila dilihat secara menyeluruh, UU No. 1 Tahun 1970 itu sifatnya masih preventif. Jelas tidak cocok dengan zaman sekarang karena tidak bisa memberi efek jera.
Sementara itu, bila merujuk pada sanksi dalam UU No.1 Tahun 1970, undang-undang hukum pidana lebih sering dipakai untuk menjerat pelanggar karena kelalaiannya menyebabkan orang lain celaka. Akibatnya, hanya pelanggar saja yang tersentuh hukum, namun tidak ada perbaikan pada keseluruhan sistem K3, sehingga kecelakaan kerja tetap terjadi.
Data BPJS menunjukkan, setiap tahun rata-rata terjadi kecelakaan kerja sebanyak 98 ribu hingga 100 ribu di Indonesia. Tahun 2015 lalu, tercatat 105.182 kecelakaan kerja yang mengakibatkan 2.375 orang meninggal dunia. Pemerintah yakin masih banyak kecelakaan kerja yang terjadi di luar sana, sebab banyak pula perusahaan yang tidak melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerjanya.
Meski angka kecelakaan kerja tersebut terbilang kecil dibandingkan jumlah angkatan kerja 121 juta orang, tetap saja hal ini tidak boleh diabaikan. Terutama masalah regulasi dalam undang-undang perlu direvisi untuk memberikan efek jera bagi para pelanggar K3.
Melihat Tegasnya Sanksi K3 di Negara Lain
Di Amerika Serikat, pelanggar K3 bisa dikenakan denda maksimal $ 250.000 atau sekitar Rp 3,3 miliar untuk perusahaan perseorangan dan $ 500.000 atau sekitar Rp 6,7 miliar untuk perusahaan persekutuan. OSHA pernah menjatuhkan denda sebesar $ 1 juta atau sekitar Rp 13,2 miliar kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran hingga berulang kali, di luar denda $ 250.000. Bahkan pada tahun 2005, OSHA pernah menjatuhkan hukuman denda lebih dari $ 21.000.000 atau sekitar Rp 278 miliar kepada BP Products North America, Inc., anak perusahaan British Petroleum karena telah melakukan 301 pelanggaran K3 yang disengaja dan mengakibatkan cedera serius.
Selain itu, pelanggar juga bisa dikenakan hukuman pidana kurungan maksimal enam atau satu tahun tergantung jenis pelanggaran K3 yang dilakukan. Bila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian atau cedera, perusahaan juga wajib memberikan kompensasi kepada pekerja, namun proses hukum masih terus berlangsung.
Sebelum menjatuhkan hukuman, lembaga hukum berwenang biasanya mempertimbangkan beberapa faktor, seperti identitas pekerja yang mengalami kecelakaan, level perusahaan, jenis pelanggaran, hingga kondisi ekonomi perusahaan. Hukuman di atas diterapkan pemerintah setempat guna memberikan efek jera kepada perusahaan agar tidak mengulangi pelanggaran di masa mendatang. Hukuman bisa lebih berat bila pelanggaran K3 dilakukan secara sengaja.
Di Saskatchewan, Kanada, pelanggar K3 baik perusahaan perseorangan maupun perusahaan persekutuan dikenakan denda maksimal $300.000 atau sekitar 3 miliar. Bila pelanggaran mengakibatkan cedera serius atau kematian, denda yang dikenakan $500.000 untuk perusahaan perseorangan dan $1.500.000 atau sekitar 20 miliar untuk perusahaan persekutuan. Selain itu, perusahaan juga wajib memberikan biaya kompensasi untuk pekerja dengan cedera serius atau mengalami cacat.
Di Cina, UU Keselamatan Kerja menetapkan hukuman yang lebih berat bagi pelanggar K3. Pelanggar K3 akan dikenakan denda mulai dari 200.000 yuan atau sekitar Rp 406 juta hingga 20 juta yuan atau sekitar Rp 41 miliar, tergantung skala pelanggaran yang dilakukan dan besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut. Bila pelanggaran K3 mengakibatkan cedera serius atau kematian, perusahaan akan dikenakan denda antara 10 juta yuan hingga 20 juta yuan.
Sedangkan, bagi manajer yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut akan dikenakan denda antara 30%-80% dari pendapatan tahunannya. Bahkan, manajer tersebut akan diberhentikan dari pekerjaannya bila pelanggaran yang dilakukan sangat fatal
Tegasnya Sanksi K3 Selamatkan Pekerja di Indonesia
Dibandingkan negara lain, sanksi K3 di Indonesia terbukti masih jauh dari kata “tegas dan kuat”. Lembeknya hukuman bagi para pelanggar K3 ini mengakibatkan angka kecelakaan kerja di negeri ini masih terbilang tinggi. Banyak perusahaan yang masih menganggap keselamatan dan kesehatan pekerjanya sebagai hal yang tidak penting.
Source: happyfeetdirect.co.uk
Ketika terjadi kecelakaan, rata-rata dari mereka dengan mudahnya mengeluarkan uang santunan yang seolah dengan uang tersebut anggota tubuh yang hilang atau nyawa pekerja yang melayang bisa kembali. Saat terjadi pelanggaran pun, rata-rata pemerintah hanya melakukan teguran tanpa diiringi tindakan lanjut dan jarang ada perusahaan yang langsung memperbaiki sistem K3-nya setelah mendapat peringatan tersebut.
Kurangnya kesadaran perusahaan akan pentingnya melakukan implementasi K3 karena alasan biaya yang mahal plus lemahnya penegakan sanksi UU No.1 Tahun 1970 menyebabkan perusahaan semakin “bandel” untuk memberi jaminan K3 bagi pekerjanya.
Implementasi K3 merupakan suatu hal yang kompleks. Penerapan, pembinaan, dan pengawasan K3 dari pemerintah, pengusaha, profesional K3, dan buruh sangat diperlukan untuk meningkatkan harga nyawa para pekerja.
Maka, mau tidak mau, semua pihak tersebut harus segera memperbaiki penerapan K3 dan perundangan K3 yang ada perlu diperkuat untuk menjamin para pekerja dapat kembali ke rumahnya dengan selamat. Haruskah sanksi keselamatan kerja diberlakukan setegas dan sekeras negara lain di negeri kita ini? Bagaimana pendapat Anda, sobat pro safety?
Semoga Bermanfaat. Salam Safety!