Berenang di Kolam Hiu
Pagi itu, saat hendak bekerja, pak mandor tiba-tiba meminta kami untuk berkumpul. Dari mimik mukanya, dia terlihat ingin menyampaikan sesuatu yang amat penting.
“Siapa yang bisa menggantikan pekerjaan Bagus?” tanyanya tanpa banyak basa-basi.
Bagus adalah seorang operator mesin roll yang saat itu berhalangan hadir tersebab sakit. Mengingat beberapa waktu terakhir ini kami sedang dikejar target dan pekerjaan yang ditangani Bagus itu erat kaitannya dengan pemenuhan target ini, maka tak heran kalau mandor merasa perlu ada orang yang menggantikan posisi Bagus. Mungkin untuk satu atau dua hari ke depan. Pokoknya selama dia belum masuk saja.
Melihat tidak ada yang mengacungkan tangan, temanku maju dan langsung menawarkan diri menggantikan posisi Bagus.
“Siapa nama kamu?”
“Garin, Pak.”
“Ok, Garin. Kamu yakin bisa melakukan pekerjaan Bagus?”
“Yakin, Pak?”
“Kamu bisa mengoperasikan mesin itu?”
“Bisa, Pak.”
Setelah Garin bersepakat, semua orang bubar dan bersiap melakukan pekerjaannya masing-masing. Aku yang masih terheran-heran lekas menghampiri anak itu. Aku ingin memastikan, apakah benar dia bisa mengerjakan pekerjaan Bagus atau dia melakukannya agar dianggap rajin saja oleh mandor kami. Selain itu, aku juga sangat khawatir. Pasalnya, aku tahu kalau Garin belum pernah mengoperasikan mesin roll.
“Heh, Gar! Emangnya kamu bisa mengoperasikan mesin itu?”
“Gampang!”
“Tapi, kamu kan belum dapat training buat melakukan pekerjaan itu.”
Aku menjelaskan sebisanya pada anak nekat itu. Aku memberikan pengertian padanya bahwa untuk bisa mengoperasikan alat tertentu, kita harus mendapat pelatihan terlebih dahulu. Atau, minimal pengarahan singkat. Kalau tidak, itu sangat berisiko dan mengancam keselamatan jiwa. Tapi, Garin tidak menghiraukannya. Dia bahkan dengan tegas mengatakan padaku kalau dirinya sudah paham cara mengoperasikan mesin tersebut.
“Kamu inget ga, kemarin aku sempat ngobrol-ngobrol sama Bagus?” ucap Garin.
“Iya. Terus?” jawabku.
“Nah, kebetulan kemarin itu aku tanya-tanya sama dia soal cara pengoperasian mesin ini,” jawabnya. “Lagi pula, dari sebelumnya aku sudah memperhatikan bagaimana cara Bagus mengoperasikannya,” tambah Garin dengan mantap.
Ya, kemarin Garin memang terlihat beberapa kali mendatangi Bagus. Dari kejauhan, aku sudah yakin dia pasti sedang menginterogasi Bagus mengenai mesin itu. Soalnya, Garin memang senang sekali mempelajari hal-hal baru. Ternyata benar, dia menanyakan banyak hal pada Bagus soal mesin roll. Mulai dari nama bagian-bagiannya, cara kerjanya, cara mengoperasikannya, hingga hal-hal besar dan kecil lainnya terkait mesin tersebut. Sebagian pertanyaan bisa Bagus jawab. Kebanyakan tidak.
Tak ingin kalah, aku kembali mendebatnya. Aku katakan bahwa sebagai pekerja, kita harus dan berhak untuk melakukan pekerjaan yang aman. Bahkan kalau pun kita yang diberi perintah—bukan mengajukan diri seperti kasus Garin—kita berhak menolak kalau sekiranya pekerjaan tersebut berisiko dan membahayakan keselamatan nyawa.
Tapi, Garin memberikan jawaban lain lagi padaku. “Aku ini pekerja baru, Bro. Harus rajin biar bisa kepake,” jawabnya. “Aku juga punya banyak tanggungan. Jadi, harus terlihat mau melakukan pekerjaan apapun, supaya enggak kena PHK,” candanya.
Dari situ, aku baru tahu kalau Garin ternyata adalah tulang punggung keluarganya. Setelah sang ayah meninggal, dialah yang bertanggung jawab menghidupi anggota keluarga. Dia bahkan masih punya adik yang saat ini masih duduk di bangku SMA. Tentunya dia juga lah yang mesti membiayai sekolah adiknya itu.
“Apalagi kalau keadaannya kayak begitu. Kamu justru harus lebih menjaga keselamatan, Gar. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, nasib mereka gimana coba?” timpalku.
“Lebay, ah! Ayo kerja!” jawab Garin sambil menuju mesin roll dan mulai bekerja.
Seharian itu, aku tidak tenang bekerja. Aku sangat khawatir akan keselamatan Garin. Bekerja tanpa mendapat pelatihan sebelumnya, sungguh sangat berisiko. Lagi pula, dia itu anak baru. Dia belum tahu betapa besarnya risiko bekerja di tempat semacam ini.
Aku sempat ingin kembali mengomeli Garin, tapi aku yakin dia tidak akan mendengarkan. Akhirnya, aku putuskan untuk melaporkan hal ini pada petugas berwenang di perusahaan kami, entah itu pada mandor proyek tadi atau pada HSE Officer. Aku harap mereka bisa mempertimbangkan untuk tidak membiarkan Garin bekerja dengan mesin roll tersebut.
Belum sempat sampai ke tempat yang dituju, aku mendengar teriakan seseorang yang merintih kesakitan. Beberapa pekerja tampak berhamburan mendatangi sumber suara. Sumber suara itu ternyata berasal dari area tempat Garin bekerja menggunakan mesin yang baru kali ini dia operasikan.
Kekhawatiranku terbukti sudah. Garin mengalami kecelakaan kerja. Tangannya terjepit mesin yang berukuran cukup besar tersebut. Setelah mendapat penanganan medis, tangannya yang sebelah kanan dinyatakan harus diamputasi. Aku tidak tahu bagaimana nasib pekerjaannya setelah kejadian ini.
Semoga menginspirasi. Salam Safety!