Pada hari yang nahas itu Bimo terjatuh dari tangga. Salah dia sendiri, sih, kenapa juga turun tangga dengan terburu-buru. Tanpa pegang handrail pula. Atas kecerobohannya itu, si Bimo diganjar dengan hadiah berupa kaki terkilir, ngilu di sekujur tubuh terutama bagian punggung, dan benjol di sisi kanan kepalanya.
Menurut kabar yang aku dengar dari Gian, saat itu katanya Bimo begitu terburu-buru ingin mengambil kiriman paket yang sudah ditunggu-tunggu dalam sepekan terakhir. Ketika paket yang dinantikannya itu tiba di Front Office, dia begitu bersemangat mengambilnya. Saking bersemangatnya, menuruni tangga pun dia lakukan dengan setengah berlari. Ceroboh!
Kalau aku jadi Bimo, harusnya ya tidak usah buru-buru macam itu juga, sih. Toh, paketnya juga tidak akan ke mana-mana. Orang di Front Office sudah pasti menjaganya dengan baik. Jadi, dia mau datang cepat atau lambat pun, paketnya dipastikan aman.
Kecuali… kalau paketnya berisi barang terlarang dan tidak ada yang boleh menerimanya selain si Bimo sendiri. Hmm… Jangan-jangan memang benar begitu. Mencurigakan!
Sebelum kejadian si Bimo, sebenarnya sempat juga terjadi beberapa kecelakaan di tangga kantor ini. Misalnya yang terjadi pada Aji. Dia sempat terjatuh dengan alasannya yang kurang lebih sama seperti Bimo: tidak memegang handrail. Untungnya, Aji terjatuh dari dua anak tangga terakhir. Jadi, hal buruk tidak terjadi padanya. Hanya kepalanya saja membentur tembok.
Sebelumnya lagi juga pernah terjadi kecelakaan pada Riki. Alasannya terjatuh lebih parah lagi. Sudah tidak pegang handrail, turun tangga sambil main ponsel pula. Jelas, matanya tidak melihat pijakan tangga, hanya terfokus pada layah HP berukuran 5 inci tersebut. Untungnya juga, Riki tidak kenapa-kenapa. Tapi, kakinya sedikit bengkak. Mungkin terkilir.
Dari semuanya ini, bisa dibilang yang terparah memang kecelakaan yang menimpa Bimo.
“Makannya, SAFETY FIRST dong, Bim!” ujarku pada Bimo beberapa hari setelah kejadian itu.
“Namanya juga kecelakaan, Dam” jawabnya sambil menekuk wajah.
“Memangnya kamu enggak baca itu, Bim?” tanyaku padanya sambil menunjuk sebuah safety poster yang terpasang di area lobi menuju tangga. Poster itu berisi pesan keselamatan kerja saat menggunakan tangga. Di sana tertulis jelas “PEGANG HANDRAIL SAAT MENGGUNAKAN TANGGA”.
“Halah, kayak sendirinya bener aja!” timpal Gian membela Bimo. “Malah kamu lebih parah,” sambung Gian.
“Lho, memangnya aku kenapa?” tanyaku kesal.
“Ingat ga waktu kamu numpahin kopi?” tantang Gian. “Karena enggak kamu lap cepet-cepet, jadinya ada orang yang kepeleset, tuh” tambahnya.
“Lho, yang begituan mah salah OB, dong. Bukan aku. Suruh siapa si OB enggak cepet-cepet bersihin tumpahan kopi itu,” jawabku.
“Lagipula, cuman kepeleset ini kok. Bukan kecelakaan besar,” imbuhku.
Mendengar jawabanku, gurat-gurat rasa kesal terlihat jelas di wajah Gian dan Bimo.
***
Setelah pekerjaan selesai, hari ini aku memutuskan untuk membereskan meja kerja agar terlihat lebih rapi dan tertata. Beberapa barang dan tumpukan kertas yang sudah tidak terpakai aku kumpulkan. Beberapa barang yang jarang dipakai akan aku simpang di gudang, sisanya akan aku buang ke tempat sampah.
Agar lebih mudah dipindahkan, semua barang itu aku masukkan ke dalam beberapa kotak kardus berukuran sedang. Untuk mempercepat proses pemindahan, dua kardus yang tidak begitu besar itu aku bawa secara bersamaan.
“Ke mana, Dam?” terdengar seorang rekan kerja menyapaku.
“Mau nyimpen barang ke gudang”
“Hati-hati Dam, pandangan kamu kayaknya tertutupi kardus tuh.”
“Santai, Bro. Masih aman, kok.”
Sambil menenteng dua buah kardus dalam dekapan, aku mulai berjalan menyusuri lobi menuju gudang yang terletak satu lantai di bawah ruang kerjaku. Untuk menuju ke sana, aku harus melewati tangga di bagian ujung gedung.
Saat menjejakkan kaki di anak tangga, aku mulai kehilangan keseimbangan. Tumpukkan kardus yang menghalangi pandangan sepertinya jadi penyebab utamanya. Tepat di anak tangga ketiga, aku terpeleset. Aku rasai punggung dan kepalaku terbentur berkali-kali pada anak tangga. Pusing melanda. Selebihnya, aku tidak ingat lagi.
***
“Kenapa sih, Mas? Apa yang terjadi sampai kakimu patah begini?” tanya istriku saat aku mulai sadarkan diri.
“Enggak tau, Mah. Gara-gara orang lain sih, kayaknya” jawabku.
“Gara-gara orang lain gimana?” desaknya.
“Ya, biasa lah di kantor ada orang yang enggak hati-hati. Jadi mencelakan orang lain,” tandasku.
“Ya sudah, yang penting sekarang kamu baik-baik saja, Mas. Ya, walaupun butuh waktu cukup lama untuk menyembuhkan kakimu itu.”
“Iya, Mah,” jawabku singkat.
“O iya, Mas. Tadi pas kamu tidur kayaknya ada WA dari temenmu.”
“Siapa?”
“Ya, lihat aja, Mas. Mungkin temen kantormu yang khawatir.”
Aku pun mengambil handphone. Terlihat ada satu notifikasi di aplikasi WhatsApp. Pesan itu rupanya datang dari Bimo. Aku membukanya.
Bimo: “Makannya, SAFETY FIRST dong, Dam!”
Semoga Menginspirasi, Salam Safety!