Guna Alat Pelindung Kepala
“Jon, kok kamu ga pakai safety helmet?”
“Lupa bawa.”
“Lha, ambil dulu sana!”
“Tanggung, ah.”
Kandi tiba-tiba menyelang obrolan dua orang itu dari arah belakang. Menghujani Joni dengan berbagai pernyataan soal pentingnya menggunakan safety helmet. Salah satunya dengan membagi kisah penuh hikmah dari tragedi yang pernah dialaminya sendiri. Katanya, Kandi pernah terbentur dengar keras pada salah satu ujung besi yang mencuat dari balik tembok. Kalau saja tidak memakai safety helmet, mungkin kepala Kandi saat itu sudah bocor.
“Jadi, Jon, benda ini wajib dipakai karena memang ada alasannya,” ujar Kandi sambil menunjuk safety helmet berwarna kuning yang sedang dipakainya.
Kandi menambahkan, berhati-hati adalah kunci untuk bekerja di area konstruksi seperti ini. Masalahnya, potensi kecelakaan di area semacam ini sangat tinggi. Lengah sedikit saja, nyawa bisa jadi taruhannya.
“Lebay!” seloroh Joni.
“Bukannya lebay. Memang begitu kok kenyataannya.”
“Ya lagian, aku kan baru kali ini ga pakai safety helmet. Biasanya juga pakai.”
Mendengar pernyataan itu, Kandi buru-buru menuturkan kisah lain yang tidak kalah mengerikan tapi tetap penuh hikmah. Ungkapnya, di tempat ini pernah ada seorang pekerja yang meninggal dunia gara-gara tidak memakai alat pelindung kepala di area kerja. Pekerja itu bernama Sarif.
“Padahal, Sarif itu pekerja yang sangat baik dan taat aturan. Dia selalu pakai APD saat bekerja. Tidak pernah tidak. Termasuk safety helmet,” terang Kandi.
“Lho, kok bisa kecelakaan sih?”
Di tempat kerja yang tinggi potensi bahaya, maut itu ibarat harimau yang kelaparan di tengah hutan. Dia siap menerkam siapa saja yang lengah walau sesaat. Naas, Sarif termasuk orang yang lengah. Dia tertimpa palu dari lantai atas. Palu itu tepat mengenai kepalanya yang tidak terlindungi. Padahal, safety helmet berada tepat di tangannya dan hendak dipakai dalam waktu beberapa detik kemudian. Tapi, maut tidak mau menunggu.
“Maka dari itu, yang namanya safety helmet itu dipakai setiap waktu selama bekerja. Tanpa terkecuali!” tegas Kandi. Joni mulai merenung.
“Bukan salah Sarif saja. Pekerja lain yang tidak hati-hati sehingga membuat alat kerjanya terjatuh juga ambil andil dalam kecelakaan itu.”
“Iya, tapi maksud aku….”
“Sudah… sudah…. Ayo kita mulai bekerja, nanti ketahuan pak mandor,” ajak Eka sambil menarik lengan keduanya.
“Jadi kamu tetap tidak akan pakai helm safety?” tanya Kandi lagi.
“Bawel! Nanti habis istirahat aku ambil.”
Ketiganya berjalan cepat menuju area kerja yang ditugaskan. Namun, baru beberapa kali melangkah, tiba-tiba terdengar teriakan yang cukup kencang dari arah atas.
“Awaaaas!”
Sebuah ember terjatuh dari ketinggian sekitar enam meter. Ember kecil berwarna hitam yang berisi beberapa perkakas itu hampir saja mengenai Joni yang berjalan di depan Eka dan Kandi. Untungnya, Joni cepat menghindar, disusul Eka dan Kandi yang melakukan hal serupa karena kaget.
“Gapapa, Jon?” tanya Eka yang masih syok. Joni mengangguk sambil menahan rasa tidak percaya pada kejadian yang dialaminya dalam tempo sangat singkat itu.
“Tuh kan! Aku bilang juga apa. Untung saja ga kena,” ucap Kandi dengan kesal bercampur khawatir. “Kalau kena kan lumayan itu.”
Tanpa pikir ulang, Joni memutuskan untuk segera mengambil safety helmet. Daripada terjadi hal yang tidak-tidak, bisiknya pada diri sendiri.
“Ya sudah, kami duluan. Nanti kamu nyusul saja, ya,” ujar Eka. Joni mengangguk.
Tiga puluh menit berlalu, Joni belum juga tampak batang hidungnya. Kandi dan Eka mulai heran. Harusnya, walaupun tempat penyimpanan safety helmet itu cukup jauh, waktu yang diperlukan tidak sampai selama ini.
“Si Joni ke mana, ya?”
“Ke toilet dulu kali.”
“Harusnya sih tidak selama ini juga.”
Belum sempat rasa heran itu surut, area kerja tiba-tiba gempar. “Ada kecelakaan kerja,” ungkap seseorang dari arah belakang. Rasa cemas mulai menjalari keduanya. Tanpa pikir panjang, Eka dan Kandi segera mendatangi lokasi kejadian. Keduanya berjalan setengah berlari sambil berdoa semoga orang yang mengalami kecelakaan itu bukan teman mereka, Joni.
Kekhawatiran semakin memuncak kala keduanya sampai di tempat perkara. Orang-orang yang berkerumun di sana mulai saling berbisik kalau pekerja malang itu tertimpa batu bata dari ketinggian belasan meter.
“Dia tidak pakai safety helmet juga sih,” ujar salah seorang di antaranya.
Cemas makin berkecamuk. Perasaan itu mencapai puncaknya hingga menyisakan gemetar hebat di seluruh badan. Dengan sisa-sisa harapan yang ada, mereka merangsek masuk dalam kerumunan.
“Tuhan, tolong jangan si Joni. Tolong!” ucap Kandi tanpa henti di dalam hati.
“Joni!” teriak Eka.
Sosok yang dipanggil tidak merespons sama sekali. Dia mematung di pinggir pekerja yang menjadi korban. Matanya membelalak. Sementara kedua tangannya yang bergetar hebat perlahan mendekatkan safety helmet ke arah dada.
Semoga menginspirasi, Salam Safety!