Hari Pertemuan Sekaligus Perpisahan

Hari itu, keluarga kecil Lantip sedang bersiap-siap untuk melakukan perjalanan mudik ke kampung halaman. Sudah dua kali lebaran mereka tidak pulang.

“Dik, barang-barang yang mau dibawa sudah siap semua?” tanya Lantip sambil menutup mulut karena menguap.

“Sudah, Mas. Tinggal beresin rumah,” Jawab Nunik, istrinya.

“Beresin apanya? Bukannya tadi sudah beres-beres” tanya Lantip keheranan.

Dengan agak kesal, Nunik pun menjelaskan pada sang suami bahwa kata beresin yang dimaksud adalah membereskan berbagai hal terkait rumah agar aman selama ditinggal mudik. Misalnya, agar tidak terjadi kebakaran, semua peralatan elektronik harus dimatikan. Stekernya yang masih menempel pada stop kontak juga mesti dicabut.

“Jangan lupa, selang dan regulator juga harus dilepas dari tabung gas!” tuturnya.

Agar rumah tidak menjadi sarang penyakit, Nunik pun mengajak Lantip untuk membuang semua sampah yang masih tersisa dan mengosongkan bak mandi serta tempat penampungan air lainnya. Biar tidak menjadi sarang nyamuk, katanya.

“O, iya. Mas sudah bilang ke pak RT kalau kita mudik?” tanya Nunik kemudian.

“Sudah, dong. Mas bahkan menitipkan rumah kita pada Pak Salim. Soalnya tetangga kita yang satu itu tidak mudik,” jawab Lantip sambil beberapa kali menguap lagi.

“Bagus kalau begitu, Mas,” ucap Nunik.

“Eh, kok dari tadi nguap terus sih, Mas? Kamu mengantuk?” imbuh Nunik yang dari tadi heran melihat suaminya berkali-kali menguap.

Dengan nada datar, Lantip menjelaskan bahwa dirinya memang sedikit mengantuk. Sebabnya, tadi malam Lantip bergadang untuk menonton permainan sepak bola dari klub favoritnya. Lantip baru tidur sekitar satu jam sebelum sahur dan beberapa jam setelah salat subuh. Jika ditotal, hingga pagi ini Lantip baru tidur sekitar empat jam saja.

“Loh, Mas, kamu itu harusnya tidur yang cukup,” tutur Nunik dengan nada kesal.

Nunik pun memarahi suaminya. Menurutnya, bergadang sebelum melakukan perjalanan jauh adalah ide yang buruk. Terlebih, Lantip harus mengemudi. Namun, Lantip tidak begitu menanggapi omelan istrinya. Dia fokus saja mengikatkan sebuah kardus berisi oleh-oleh pada bagian depan motornya.

Setelah semua beres, termasuk mengunci pintu dan jendela serta memastikan semua surat kendaraan motor sudah dibawa, Lantip, Nunik, dan buah hatinya, Arin, berangkat menuju kampung halaman. Namun, baru sekitar sepuluh kilometer melakukan perjalanan, tiba-tiba sepeda motor terasa sedikit oleng. Setelah dicek, ternyata ban motor bagian belakang bocor.

“Mas, memangnya tadi di rumah motor ini ga dicek dulu?”

“Ya dicek dong, Dik”

“Terus kenapa bisa kayak gini?”

“Ya, namanya juga kena paku,” bela Lantip sambil mengarahkan telunjuknya pada penyebab kebocoran itu.  

“Awas kalau nanti tiba-tiba motornya malah mogok juga,” ucap Nunik kesal.

Lantip meyakinkan bahwa itu tidak akan terjadi. Pasalnya, dua minggu sebelum melakukan perjalanan mudik, motor sudah dibawanya ke bengkel terlebih dahulu untuk dicek dan diservis.

“Ayah, Arin mau duduk di depan. Boleh?” ucap gadis kecil itu saat masalah ban sudah selesai dan perjalanan hendak kembali dimulai.

Awalnya Lantip dan Nunik menolak. Selain karena di depan ada barang bawaan, mereka juga khawatir Arin masuk angin. Tapi, Arin merengek. Taka sanggup menolak lagi, Lantip pun memberi izin. Lagi pula, membonceng anak di bagian depan saat bermotor adalah hal yang lumrah bagi orang Indonesia. Jika banyak orang melakukan suatu hal, berarti hal itu otomatis baik-baik saja, pikir Lantip.

Perjalanan terus berlanjut. Tak terasa, mereka pun sudah memasuki daerah tujuan. Namun, perjalanan masih terus diwarnai dengan kejadian motor oleng hingga berkali-kali. Hanya saja, penyebabnya bukan karena ban bocor, tapi karena Lantip tidak kuat menahan kantuk.

“Daripada bahaya, mending istirahat dulu, Mas!” bujuk Nunik.

Lantip tidak menggubris. Tanggung, pikirnya. Tempat yang dituju sudah sangat dekat. Sekitar 15 menit lagi saja mereka diperkirakan akan segera sampai. Selain itu, Lantip merasa harus bergegas. Jika tidak, mereka akan tiba kemalaman.

Namun, banyak hal yang bisa terjadi dalam waktu 15 menit. Terlebih saat mengemudi dalam keadaan mengantuk. Dan, benar saja. Tidak berselang lama setelah Nunik membujuk suaminya untuk istirahat tapi tidak dihiraukan itu, petaka datang.

Motor Lantip yang melaju cukup kencang di sisi kiri lambat laun mengarah ke tengah. Hal itu tidak disadari karena dalam waktu sepersekian detik, Lantip ternyata tertidur. Di saat bersamaan, sebuah mobil berkecepatan tinggi menyalip. Mobil itu melewati motor yang dikendarai Lantip sambil membunyikan klakson.

Lantip yang terkejut akhirnya mengerem mendadak. Motor itu pun hilang keseimbangan dan terjungkal ke sisi kiri jalan. Tubuh mereka terpental, berguling-guling, dan hampir terlindas dua motor lain yang berada di belakangnya. Lantip dan Nunik tidak mengalami luka serius, tapi beda halnya dengan Arin. Anak yang sedari tadi duduk di depan itu terpental cukup jauh. Wajahnya menyapu aspal diakhiri kepala membentur sisi trotoar.

Hari lebaran pun kemudian dirayakan sebagai hari pertemuan sekaligus perpisahan. “Pertemuan” untuk perjumpaan dengan keluarga besar Lantip yang selama dua tahun tidak disambangi. Dan “perpisahan” untuk mengikhlaskan kepulangan sang anak, Arin, yang pada hari itu dikebumikan.

Semoga Menginspirasi, Salam Safety!

×