SAFETY STORY: Ironi dalam Safety

“Bing, tadi aku menemukan kejadian tidak terduga!”

Sauki berujar pada temannya, Bing. Nama asli temannya ini sebenarnya Dodi. Hanya saja, dia kebetulan orang Sunda dan romannya mirip dengan seniman sekaligus komedian asal Pasundan, almarhum Kang Ibing. Jadilah Sauki  memanggilnya Bing. Kependekan dari Ibing.

Bing yang tengah bersiap-siap pulang tidak begitu menghiraukan omongan rekannya yang diungkapkan dengan agak berapi-api itu. Fokusnya tidak teralihkan dari barang-barang yang sedang dia bereskan di atas meja.

“Nemu apa emang?” Bing buka suara dengan agak malas.

“Nanti aku ceritakan sambil jalan,” balas Sauki. Bing menunjukkan raut kesal. Tapi lawan bicaranya hanya nyengir saja.

Bing dan Sauki memang sering bertukar pikiran satu sama lain. Berbagai jenis obrolan, mulai dari politik, hukum, agama, olahraga, hingga ramalan zodiak mereka bincangkan sekenanya saja. Bahkan pasca Bing mengakhiri status lajangnya sebulan lalu, stok obrolan pun bertambah. Membuat Sauki ikut tergoda untuk segera mengubah statusnya di KTP menjadi ‘kawin’.

Kedua orang ini sudah bersahabat cukup lama. Mereka menimba ilmu di SMA yang sama kemudian kuliah di kampus dan jurusan yang sama pula. Setelah lulus, mereka terpisah karena masing-masing bekerja di tempat yang berbeda. Namun satu tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan di perusahaan ini. Bahkan tergabung dalam satu divisi yang sama.

“Mau ngomongin apa sih, Ki?” Bing memuali percakapan sambil berjalan.

“O, iya. Hampir lupa. Untung kamu kepo, ya, Bing,” balas Sauki sambil menyeringai.

Bing hanya mendengus menyaksikan teman karibnya yang sudah berusia lebih dari seperempat abad, tapi bersikap seolah masa kanak-kanak baru dilewatinya Senin kemarin.

Sambil berjalan menuju area parkir yang hampir mencapai 200 meter itu, Sauki bercerita mengenai pengalaman pertama yang baru ditemuinya selama bekerja hampir setahun di perusahaan ini.

“Gini, Bing. Tadi siang, aku lihat ada seorang pekerja yang enggak pakai sarung tangan safety. Padahal dia lagi kerja di antara mesin potong” ujar Sauki dengan nada yang menyiratkan tak habis pikir.

Bing terkejut mendengar hal terebut. Bukan apa-apa, selama bekerja di sini, Bing pun memang belum pernah mendengar atau menemukan kejadian semacam itu. Selain karena masih terhitung personel HSE baru, budaya safety di lingkungan perusahaan ini memang sudah dikenal sangat kental. Rasanya menjadi anomali ketika ada seorang pekerja yang dengan polosnya melakukan tindakan tidak aman semacam itu.

“Terus terus?” desak Bing pada teman seangkatannya itu.

“Ya enggak terus terus Ibiiiing…. Aku langsung tegur aja itu orang” tukas Sauki.

Sauki memang langsung menegur pekerja itu. Dia bahkan memarahinya. Namun, pekerja tersebut berdalih bahwa dirinya lupa memakai kembali sarung tangan setelah melakukan kegiatan lain yang membuat dirinya melepas alat pelindung tangan tersebut.

“Yang mengherankan, kita kan selalu mengingatkan mereka” tutur Sauki. “Masa mereka enggak ngerti, sih,” tambahnya.

Bing manggut-manggut mengamini keheranan kawannya tersebut.

“Tapi, yang lebih mengherankan lagi, pekerja itu bilang kalau sebelumnya juga ada orang HSE yang mendatanginya. Tapi, katanya orang HSE itu enggak menegur apalagi marah-marah kayak aku. Orang HSE itu hanya bertanya siapa namanya, mencatat, kemudian pergi” tutur Sauki.

“Ah, paling itu mah akal-akalannya dia aja, Ki” tukas Bing.

“Tapi, udah kamu catat kan kejadian itu?” imbuh Bing dengan penuh minat.

“Kebetulan saat itu aku ga bawa form laporannya, Bing. Tapi, semua udah aku catat. Lengkap beserta jam kejadiannya” ujar Sauki dengan mantap.

“Ya sudah. Yang penting pekerja itu sudah dikasih tahu. Dan, kamu sudah ikut menyelamatkan dia dari hal-hal buruk yang mungkin saja menimpanya,” tutup Bing.

Keesokan harinya, manajer HSE tiba-tiba mengadakan meeting mendadak. Para personel yang ada di dalam divisi HSE diminta mendatangi ruang meeting. Semua dilakukan pagi-pagi sekali, bahkan segera setelah semua personel beres menempelkan jari-jarinya di mesin absensi.

“Selamat pagi teman-teman,” ujar manajer HSE itu memulai meeting dadakannya. Suaranya yang berat ditambah aksen Jawa yang sangat medok membuat kalimat pembuka itu terdengar tebal dan bergumpal-gumpal. Walaupun begitu, semua orang tampak khidmat mendengarkan.

Segera setelah semua orang serempak menjawab “Pagiii!” Kristanto, sang manajer HSE itu pun langsung menguraikan maksudnya.

“Teman-teman, ada dua hal utama yang ingin saya sampaikan,” tutur Kristianto sambil memegangi safety helmet-nya.

“Pertama, kemarin ada pekerja kita yang melakukan unsafe act yang cukup fatal. Dia tidak memakai sarung tangan saat bekerja di antara mesin pemotong.”

Semua orang tampak terkejut, kecuali Sauki dan Bing. Pasalnya, perusahaan ini sudah memiliki budaya safety yang sangat baik. Bahkan dua kali berturut-turut memenangkan bendera emas dari pemerintah karena berhasil mencapai zero accident.

Seturut pemaparan lanjut Kristanto, kemungkinan besar tindakan itu dilakukan oleh pekerja baru. Karena beberapa hari terakhir, perusahaan ini memang memasukan banyak pekerja baru. Namun, Kristanto tetap saja sangat menyayangkan kejadian ini. Bagaimana tidak, pekerja baru telah mendapatkan pelatihan dan pembekalan safety yang memadai. Safety talk juga selalu dilakukan sebelum memulai pekerjaan. Jadi, mestinya tidak ada celah untuk hal ini bisa terjadi.

“Untuk yang kedua,” lanjut Kristanto.

“Saya sangat mengapresiasi rekan kita, Heru, yang begitu cepat tanggap dengan hal ini. Dia menegur pekerja dan melaporkan temuannya pada kami,“ tutur manajer HSE itu.

“Itulah yang seharusnya dilakukan seorang petugas Safety: saling mengingatkan untuk kebaikan dan keselamatan bersama” imbuhnya sambil menepuk pundak Heru yang sedari tadi berada di sampingnya.

Semua bertepung tangan. Sauki dan Bing saling bertatapan. Geram.

Semoga Menginspirasi. Salam Safety!

×