Jay dan Lift yang Terjatuh
Kali tidak henti-hentinya berucap syukur saat bisa kembali bertemu sahabatnya, Jay. Meskipun keadaan Jay tidak benar-benar baik karena beberapa bagian tubuhnya cedera, tapi setidaknya nyawanya tertolong.
“Alhamdulillah Jay, kamu selamat,” ucap Kali sambil menyeka air mata yang merembes dari kelopak matanya. Yang diajak bicara hanya senyum belaka.
Bukan tanpa sebab Kali begitu bahagia melihat Jay masih bernyawa. Selain karena tidak kehilangan sahabat yang berharga, Kali juga bahagia karena dirinya merasa diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menebus kesalahannya pada Jay. Ya, kecelakaan itu ternyata tidak bisa lepas dari campur tangan Kali sendiri. Dirinyalah yang turut menjadi penyebab Jay mengalami kejadian nahas di tempat kerjanya itu.
Saat itu, Kali diminta atasannya untuk menemui seorang klien di area front office dan membawanya ke ruang meeting yang telah disiapkan. Namun karena alasan remeh yaitu malas, Kali lantas meminta Jay melakukan tugasnya. Jay tahu kalau Kalilah yang seharusnya mengerjakan hal itu, tapi karena Jay tidak bisa menolak permintaan orang lain, terlebih yang meminta adalah sahabat yang sudah dianggap abangnya sendiri itu, maka Jay menurut.
Sial, lift yang dipakai Jay untuk turun dari lantai tujuh ke lantai satu itu ternyata mengalami kerusakan. Lift yang hanya berisikan Jay seorang kemudian terjun bebas dari ketinggian 20 meter lebih dan jatuh menghantam lantai paling dasar.
“Maaf, Jay. Kalau saja aku tidak memintamu, mungkin…”
“Sudahlah, Bang. Tidak perlu minta maaf,” potong Jay. “Aku sudah mengikhlaskannya. Yang penting aku selamat,” tambahnya.
Walau Jay berucap demikian, tapi perasaan bersalah masih terus bergelayut di dalam hati Kali.
“O ya, Jay. Bagaimana ceritanya kamu bisa selamat dari kejadian itu?” tanya Kali.
Selain basa-basi, Kali juga memang penasaran kenapa Jay bisa selamat dari maut. Bukan berarti Jay harusnya mati, tapi dari berbagai pemberitaan seputar kecelakaan dalam lift, kebanyakan yang dia baca adalah kengerian berujung kematian.
“Aku tidak melakukan apa-apa, Bang,” ucap Jay sambil membetulkan posisi tidurnya.
“Eh, Bang, tolong bantu menaikkan kasurnya sedikit,” pinta Jay kemudian. Kali dengan sigap mengatur tingkat kemiringan bagian penyangga punggung pada ranjang rumah sakit itu.
“Masa sih, Jay?” desak Kali sambil perlahan memutar engkol yang berada di bawah kasur, dekat kaki kiri Jay.
Sambil dibenahi tempat tidurnya, Jay melanjutkan obrolan. Dia menjelaskan bahwa dirinya memang tidak melakukan apa-apa saat lift yang dinaikinya itu tiba-tiba saja meluncur bebas tersedot gravitasi. Dalam waktu serba cepat itu, yang Jay lakukan hanyalah melentangkan badan di lantai lift dan berdoa sekuat tenaga.
“Karena memang itulah yang harusnya kita lakukan untuk menyelamatkan diri dalam lift yang terjatuh,” beber Jay.
Kali belum merasa belum puas dengan jawaban yang dilontarkan Jay. Penjelasan itu dirasa terlalu singkat untuk mendeskripsikan sebuah kejadian penyelamatan diri dari kecelakaan yang tidak bisa dianggap biasa-biasa saja, bahkan cenderung mengerikan.
“Kok bisa?” celetuk Kali.
Untuk menjawab rasa penasaran Kali, Jay menjelaskan sebisa mungkin sesuai pengetahuannya yang didapat dari berbagai sumber bacaan. Kebetulan, beberapa hari sebelum kecelakaan lift itu Jay membaca berbagai artikel seputar cara penyelamatan diri dalam keadaan darurat. Salah satunya artikel yang membahas soal cara menyelamatkan diri dalam lift yang terjatuh tadi.
Berdasarkan peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), ungkap Jay, dengan tidur terlantang, maka dampak benturan akan dibagikan atau didistribusikan secara merata ke seluruh bagian tubuh. Tidak bertumpu pada satu titik saja. Selain itu, dengan tidur telentang, kerusakan organ tubuh akibat benturan juga bisa diminimalkan.
“Jangan berdiri. Nanti berat beban tubuh tidak akan menyebar sehingga hanya kakilah satu-satunya penopang dari benturan,” jelas Jay. “Itu bisa menyebabkan cedera serius, seperti patah tulang kaki dan lainnya,” imbuh Jay.
Kali mangut. Beberapa waktu kemudian, dia baru sadar bahwa lift tidak selalu kosong. Kalau di dalamnya sedang ada banyak orang, maka tidur terlentang akan sulit dilakukan. Maka, Kali pun kembali mempertanyakannya pada sahabatnya itu.
Jay yang tiba-tiba seolah jadi Wikipedia itu kemudian menjawab sesuai ingatan. Kalau ingatannya tidak berkhianat, dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa hal terbaik yang bisa dilakukan jika dalam lift ternyata banyak orang adalah dengan cara duduk atau jongkok.
“Kalau mau berdiri, bisa juga sih, Bang. Asalkan, jangan berdiri langsung di lantai lift.”
“Loh… loh…. Maksudnya bagaimana sih, Jay?”
“Jadi begini, Bang. Kalau kebetulan Abang bawa tas atau bahkan koper misalnya, Abang boleh berdiri. Tapi berdirilah di atas tas atau koper itu.”
“Biar apa?”
“Ya, biar ada jarak antara kaki dengan lantai lift. Kalau ada jarak atau penahan, risiko cedera akibat lift menghantam lantai paling dasar bisa berkurang,” timpal Jay.
Kali yang baru tahu semua itu pun akhirnya mengangguk-anggukan kepala lebih banyak dan lebih dalam.
“Dan yang terpenting, jangan pernah sekali-kali melompat, Bang!”
“Wah, memangnya kenapa?”
“Percuma, Bang. Itu hanya akan memperburuk keadaan,” jawab Jay. “Bukannya selamat, yang ada nanti kita malah terbentur langit-langit lift kemudian jatuh ke lantai dengan lebih keras,” tandasnya.
“Dan lagi, Bang…”
“Apa, Jay?”
“Engkolnya jangan terus diputar. Abang mau melipat badanku?”
Semoga Menginspirasi, Salam Safety!