Lakukan Manual Handling dengan Benar
“Aku heran, kenapa akhir-akhir ini di tempat kerja kita banyak yang mengalami kecelakaan pas mengangkat barang, ya?”
“Oh, yang soal si Sobri kemarin itu, ya?
“Memangnya ada apa, sih? Kok aku ga pernah dengar.”
Tatan meraih cangkir berisi kopi susu panas dari hadapannya. Dia isap sedikit, menikmati sensasi rasanya sebentar, lalu menyimpannya kembali ke atas meja. Sabda dengan cepat menyambar kopi susu yang menganggur tersebut dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya merogoh bungkus camilan yang dipegang Dio. Dio bengong melihat camilannya diembat.
“Si Sobri itu sebenarnya orang ketiga,” terang Tatan. “Orang pertama sih si Malik.”
Kecelakaan yang terjadi pada Malik berlangsung sekitar sebulan yang lalu. Waktu itu, Malik membawa barang terlalu banyak sampai menutupi pandangan. Jalan yang dia pijak menjadi tidak terlihat dengan baik. Alhasil, dia pun tersandung lalu terjatuh. Dia mengalami cedera di bagian pinggang dan butuh waktu yang tidak sebentar untuk memulihkannya.
“Kok dia ga bawa barangnya sedikit demi sedikit saja, sih?” tanya Dio dengan polos.
“Ya, mungkin biar pekerjaannya cepat selesai. Makannya, dia bawa tumpukan barang dalam kardus itu sekaligus.”
“Harusnya barang-barang itu diangkut pakai alat, sih. Ya, semacam hand pallet atau sejenisnya lah,” timpal Sabda.
“Iya, harusnya sih begitu, ya. Tapi, di sini kan memang ga ada alat semacam itu.”
“Mengherankan, ya. Padahal alat semacam itu pasti diperlukan. Tapi perusahaan tidak menyediakannya,” jawab Sabda.
Orang kedua pun masalahnya sama, masih seputar kecelakaan dalam mengangut, mengangkat, atau memindahkan barang alias manual handling. Orang kedua yang mengalami kecelakaan tersebut adalah Harun, seorang petugas kebersihan. Kecelakaan ini terjadi sekitar dua minggu pasca kejadian yang menimpa Malik.
Saat itu, Harun membantu salah seorang pekerja untuk membereskan ala-alat kerja. Dia mengumpulkan alat-alat kerja yang sebagian besar terdiri dari hand tools ke dalam sebuah wadah. Tidak diduga, wadah yang dibawanya tiba-tiba saja terlepas dari genggaman. Akibatnya, kaki Harun tertimpa berbagai rupa alat kerja yang sebagian tajam tersebut. Harun pun harus mendapat perawatan medis dan baru bisa bekerja tiga hari setelahnya.
“Kasihan Mang Harun.”
“Pantesan waktu itu dia ga masuk. Padahal dia kan jarang banget absen.”
“Lagian kenapa dia ikut membantu yang begitu-begitu, sih? Kan itu bukan tugasnya.”
“Ya, kalau ada yang menyuruh, dia bisa apa?”
Kecelakaan terakhir terjadi pada Sobri, salah satu rekan yang terkadang ikut ngopi-ngopi bersama ketiga orang ini. Kejadian itu diketahui semua orang, terkecuali Dio. Pasalnya, kecelakaan tersebut baru saja terjadi dua hari yang lalu. Jadi, masih hangat diperbincangkan.
Kasus kecelakaan Sobri pun masih berkaitan dengan manual handling. Sobri yang sampai saat ini belum masuk kerja, dua hari yang lalu mengalami cedera di bagian punggung bawah akibat mengangkat barang dengan cara yang tidak tepat. Yang membuatnya makin parah, barang yang dibawanya juga melebihi batas berat barang yang boleh diangkat seseorang.
“Kalau di tempat kerjaku yang dulu, si Sobri pasti bakal kena tegur,” ucap Sabda.
“Lho, kok bisa?” tanya Dio.
“Iya. Soalnya, Sobri tidak melakukan teknik pengangkatan barang yang benar. Lagi pula, harusnya dia tidak mengangkat barang yang melebihi berat 27 kg seorang diri. Kalau barang itu memang dirasa terlalu berat untuk diangkat, harusnya dia meminta bantuan orang lain untuk mengangkatnya bersama-sama.”
Di perusahaan tempat Sabda bekerja sebelumnya, kegiatan manual handling memang mendapat perhatian yang serius. Di sana, seluruh karyawan diberikan pelatihan yang baik tentang bagaimana cara melakukan manual handling dengan benar. Bahkan, karyawan yang belum paham akan dilarang melakukan pengangkatan secara manual.
“Jangan-jangan, benang merah dari semua kecelakaan ini karena mereka tidak melakukan pengangkatan barang dengan benar, ya?” tanya Tatan.
“Tepat sekali!” jawab Sabda dengan puas.
“Memangnya bagaimana sih cara melakukan manual handling yang benar itu, Sab?” tanya Tatan.
“Ya, seperti yang aku bilang tadi, kalau mau mengangkat barang, perkirakan dulu bebannya. Kalau sekiranya melebihi batas berat yang boleh diangkat, ya mending minta bantuan rekan kerja yang lain.”
Lalu, perhatikan posisi kaki. Kaki harus dekat dengan beban yang akan diangkat. Jaraknya kira-kira 20-30 cm. Kemudian, tekuk lutut dan berjongkoklah.
“Pastikan tulang punggung kita tegak saat mengangkat beban, ya. Jangan lupa, pegang beban dengan baik, angkat sedekat mungkin dengan tubuh, dan berdirilah dengan menekankan kaki agar beban diserap oleh otot kaki,” tutur Sabda sambil mempraktikkannya.
“Terus?”
“Selama beban diangkat, jangan pernah melakukan gerakan memutar badan dan jaga beban agar tetap berada di sekitar pinggang. Lalu, pastikan kepala tetap tegak dan pandangan lurus ke depan.“
“Lah, kalau kita perlu muter bagaimana, dong?”
“Ya, putarlah bagian kaki. Bukan badan.”
“Ooooh….”
Sabda kembali menyeruput kopi susu milik Tatan yang kini sudah tinggal seperempatnya. Dia menengok camilan Dio yang masih tersisa, tapi Dio cepat-cepat menyembunyikan sisa-sisa makanan ringannya di ketiak.
“Wah, harusnya kita juga dapat training semacam ini ya, biar ga celaka kayak mereka bertiga,” ujar Dio.
“Mungkin perusahaan ini menunggu korban lebih dari tiga dulu,” timpal Tatan dengan nada geram.
“Whoaa… santai, santai….” tukas Sabda dan Dio.
Semoga bermanfaat, Salam Safety!