Menggadaikan Keselamatan

Waktu baru menunjukkan pukul 3.30 sore, tapi semua pekerjaan lima sekawan itu sudah beres tak bersisa. Momen langka ini segera dimanfaatkan Seno, Dian, Heru, Farhan, dan Mujianto untuk mengaso sambil berkelakar satu sama lain.

“Ayo kita menghadap Pak Galih!” celetuk Farhan membuyarkan semuanya.

“Lho, lho, ada apa memangnya?” tanya Seno keheranan.

“Aku baru ingat, tadi Pak Galih berpesan kalau pekerjaan kita yang ini sudah beres, dia mau minta kita bersihkan tangki penampungan air itu,” telunjuknya menuding sebuah tangki yang dari kejauhan terlihat kecil.

“Tapi, sebelum melakukan pekerjaan tersebut, kita harus menghadap beliau dulu,” sambungnya.

“Memangnya kenapa?” tanya Dian kemudian. Farhan hanya mengangkat bahu.

Mengingat sudah terlalu sore, Seno merasa keberatan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Terlebih, dirinya kini sudah berada dalam suasana libur karena besok akan cuti untuk mempersiapkan pernikahannya.

“Mending kita jangan bilang kalau pekerjaan tadi sudah beres. Gimana?” tanya Seno pada empat kawannya. Pertanyaan ini segera disambut Mujianto dengan anggukan kepala beberapa kali. Rupanya Mujianto keberatan juga.

Dian dan Heru yang baik, jujur, dan polos lantas menolaknya. Mereka merasa tidak enak pada sang supervisor. Terlebih, mereka pikir akan jadi masalah tersendiri kalau Pak Galih sampai menemukan mereka sedang berleha-leha, padahal ada pekerjaan lain yang menanti.

Sebagai jalan tengah, Farhan mengusulkan untuk mengecek dulu kondisi tangki yang mau dibersihkan tersebut. Kalau pengerjaannya tidak memakan waktu lama, mereka mesti segera melapor dan mengerjakannya. Namun kalau sebaliknya, Farhan pikir lebih baik mereka tidak memberi laporan bahwa pekerjaan sebelumnya sudah selesai. Setelah itu, berdoa saja semoga sang supervisor tidak menangkap basah mereka saat sedang leyeh-leyeh.

Kesepakatan didapat. Semua akhirnya setuju untuk menyurvei terlebih dahulu kondisi tangki penampungan yang hendak dibersihkan. Lagi pula, di antara mereka belum pernah ada yang melakukan pekerjaan di ruang terbatas. Training pun rasanya belum pernah diberikan. Jadi, sekalian saja mengira-ngira bagaimana cara bekerja di tempat semacam itu.

“Tapi, kalian duluan saja, ya. Nanti aku nyusul. Mau salat Ashar dulu,” ujar Heru yang memang dikenal paling religius di antara mereka berlima.

Di tengah jalan menuju tangki penampungan yang dimaksud, anggota lima sekawan kembali berkurang. Farhan, sang inisiator, meminta izin ke toilet dulu. Untuk menuntaskan hajat, katanya. Alhasil, Seno, Dian, dan Mujiantolah yang sampai terlebih dahulu di area tangki penampungan tersebut.

“Wah… ternyata kita harus memiliki Izin Kerja dulu sebelum melakukan pekerjaan di sini,” ungkap Dian sambil membaca sebuah Safety Sign yang menempel pada tangki berukuran besar tersebut.

“Iya, tapi kita kan belum mau bekerja. Hanya mengecek,” timpal Seno.

“Eh, iya juga, ya” jawab Dian.

Tanpa ba-bi-bu lagi, tiga orang pekerja itu pun segera menaiki tangki penampungan. Dalam sekejap, mereka sudah berada di depan pintu masuk menuju tangki. Ketiganya mengelilingi lubang masuk yang sepertinya hanya cukup untuk satu orang saja.

Mujianto memberikan isyarat pada Seno dan Dian untuk mundur agar dirinya bisa melihat keadaan dalam tangki dengan lebih jelas. Namun karena tetap tidak terlihat jelas, Mujianto memutuskan untuk turun dan mengecek langsung ke dalam tangki.

“Wah, ternyata di dasar sini becek,” ujar Mujianto pada kedua rekannya yang masih berada di atas. Tak berselang lama, tiba-tiba saja Mujianto terlihat hilang keseimbangan kemudian jatuh pingsan.

Seno dan Dian yang panik melihat kejadian yang berlangsung sangat cepat itu lantas turun untuk menolong. Namun, begitu sampai di dasar tangki dan berusaha menarik badan Mujianto, mereka pun malah ikut tumbang.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Farhan tiba di lokasi. Mendapati batang hidung kawan-kawannya tidak terlihat, dia mengecek lubang masuk tangki. Farhan terkejut melihat tiga orang yang tidak memakai alat pelindung diri selain Safety Helmet itu tersungkur tanpa sebab yang jelas. Untungnya, Farhan tidak langsung turun untuk menolong mereka. Farhan inisiatif untuk memanggil bantuan sang supervisor. Pikirnya, dia tidak akan bisa mengangkat mereka semua sendirian.

Karena tidak ada alat komunikasi, Farhan langsung mendatangi Pak Galih ke kantor tempatnya berada. Setelah menceritakan kronologis kejadian dengan terbata-bata, supervisor bersama dirinya juga tim tanggap darurat mendatangi lokasi kejadian.

Sesampainya di lokasi, semua sudah terlambat. Saat tubuh orang-orang yang tidak melakukan prosedur aman saat memasuki ruang terbatas itu satu per satu diangkat keluar dari dalam tangki, mereka sudah tidak bernyawa. Lebih tidak terduga lagi, korban itu bertambah jadi empat orang. Tampaknya, Heru yang baru datang ke lokasi kejadian setelah menunaikan ibadah salat Ashar itu langsung turun ke dalam tangki saat melihat tiga kawannya sekarat di dalam sana.

Semoga menginspirasi, Salam Safety!

×