Pentingnya Melaporkan Near Miss

Sore itu, Windu, seorang supervisor yang terkenal ramah dan dekat dengan para pekerjanya, sedang menceritakan kisah seputar kecelakaan kerja.

Bukan tanpa sebab, hal ini dilakukan Windu karena seminggu sebelumnya, di perusahaan mereka terjadi insiden yang cukup mengerikan. Saat itu, ada seorang pekerja yang hampir celaka gara-gara sebuah palu dari lantai 5 terjatuh tepat di sampingnya. Sayang, pekerja tersebut tidak melaporkan kejadian itu. Windu pun baru tahu hari ini setelah secara tidak sengaja mendengar obrolan soal kejadian tersebut dari pekerja lain.

“Pekerja A dan B sedang berjalan di area gudang. Secara tidak sengaja, pantat forklift yang dikendarai pekerja C menyenggol salah satu rak yang berada persis di samping mereka,” Windu memulai cerita.

Untung, rak hanya bergeser, tidak sampai terjatuh dan menimpa mereka. Untung lagi, tidak ada satu pun barang yang terjatuh dari rak. Jadi, pekerja A dan B tidak mengalami cedera sama sekali.

Astaghfirulloh! Maaf ya, Mas. Ini beneran ga sengaja,” ucap pekerja C dari balik rak yang tergeser.

“Ga apa-apa, Mas. Untung kita cepat menghindar,” jawab pekerja A.

“Iya, Mas. Ya sudah, saya pergi dulu, ya. Lagi buru-buru,” ujar pekerja C. “Sekali lagi saya minta maaf,” tambahnya sambil menempelkan kedua tangan, menyimbolkan permohonan maaf.

“Lho Mas, tapi ini raknya bagaimana? Kan ini ngegeser,” tanya pekerja B.

“Iya, pasti nanti saya benerin, soalnya nanti juga bakal ke sini lagi. Sekarang saya lagi buru-buru, nih. Harus ke gudang sebelah sana,” jawab pekerja C. Dia langsung tancap gas dan meninggalkan mereka begitu saja.

Pekerja B khawatir rak ini akan menimbulkan bahaya bagi orang lain kalau tidak segera digeser ke posisi semula. Tapi, pekerja A mencoba meyakinkannya kalau semua akan baik-baik saja.

“Lagian, ini kan bukan salah kita,” ucap pekerja A. “Dan kalaupun kita mau benerin, susah juga sih. Harus pakai alat,” imbuhnya.

“Benar juga.”

“Eh, tapi yang tadi itu near miss bukan sih? Apa kita harus melaporkannya sama supervisor?”

“Kayaknya, iya. Tapi aku ga tahu harus lapor atau enggak. Menurutmu bagaimana? Aku sih takut nanti malah jadi panjang urusannya.”

“Iya juga. Nanti kita malah kebawa-bawa.”

“Wah, Pak Windu ternyata pintar story telling juga, ya,” ujar Teguh tiba-tiba menyela. Yang dipuji hanya tersenyum.

“Lanjut ceritanya ga, nih?” tanya Windu. Semua serentak menyahut “Lanjuuuuut!”

“Saat pekerja A dan B keluar dari area gudang, datanglah pekerja D membawa tumpukan kardus berisi produk cair. Barang yang didorong menggunakan pallet jack itu hendak disimpannya di rak bagian lain. Kebetulan, koridor yang dilewatinya adalah koridor yang sama saat pekerja A dan B ngobrol tadi,” terang Windu.

Karena rak belum dibetulkan ke posisi semula, ditambah pekerja D ternyata membawa barang berlebih sampai menutupi pandangan, maka dia pun akhirnya menabrak rak dengan cukup keras.

Insiden ini juga tidak menimbulkan cedera, tapi beberapa kardus berjatuhan dari pallet. Terutama kardus-kardus di bagian atas. Sementara, kardus-kardus yang masih terjaga di tempatnya, beberapa mengalami benturan cukup keras dengan rak besi tersebut.

Karena takut kecerobohannya ketahuan, pekerja D buru-buru membenahi kardus yang berjatuhan, menyusunnya kembali ke dalam pallet, lalu dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya dan ngacir dari gudang tersebut.

Pekerja D tidak sadar kalau kejadian barusan menimbulkan masalah baru. Karena ternyata, beberapa produk yang terbentur dan terjatuh itu mengalami kerusakan. Alhasil, cairan dari produk-produk yang rusak itu merembes keluar kardus hingga lama-lama menggenang di lantai.

Beberapa waktu kemudian, pekerja lain datang. Kita sebut saja pekerja E. Pekerja E masuk ke gudang untuk mengecek ketersediaan beberapa barang. Sialnya, dia melewati koridor yang terdapat tumpahan. Pekerja E yang tidak memperhatikan langkah dengan baik karena fokus melihat catatan yang dibawanya kemudian menginjak cairan tersebut.

“Waduh!” ujar salah seorang pekerja.

“Pasti jatuh terpeleset, tuh!” sahut pekerja lain.

“Beruntungnya, tidak. Hanya hampir terjatuh,” jawab Windu.

Sayangnya, lanjut Windu, lagi-lagi pekerja E ini  pun sama dengan pekerja lain: tidak melaporkan near miss yang ditemuinya. Padahal, jika dia cukup beruntung karena tidak sampai terjatuh, orang lain belum tentu.

“Terus, Pak?” tanya Teguh.

“Ya, terus… dia tidak melaporkan near miss dan tidak pula membersihkan tumpahan yang ditemuinya. Bahkan, sekadar ngasih tanda agar yang lain berhati-hati pun tidak.”

“Wah, egois juga itu orang.”

“Ya, mungkin dia merasa kalau itu bukan tugasnya.”

Singkat cerita, pekerja A ternyata benar-benar kembali dari pekerjaannya dengan niat untuk membetulkan rak tadi. Sayang, dia tidak tahu seberapa banyak efek buruk yang sudah ditimbulkan dari keteledorannya di awal cerita.

“Sama dengan pekerja E, pekerja A ini pun memasuki gudang melalui area yang terdapat tumpahan tadi. Dia masuk sambil mengendarai forklifnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Lalu….”

Windu sengaja tidak meneruskan ucapannya. Membuat suasana mendadak hening dalam waktu yang cukup lama.

“Lalu apa, Pak?” tanya Teguh lagi.

“Saya rasa, kalian bisa menebak sendiri akhir ceritanya,” jawab Windu.

“Yang pasti, dari cerita ini, saya harap kita semua jadi paham kalau near miss itu wajib dilaporkan. Apa pun bentuknya. Agar perusahaan bisa segera melakukan tindakan pencegahan,” tambah Windu.

Semua manggut-manggut.

“Ini kisah nyata atau bohongan sih, Pak?”                 

“Menurutmu?”

Semoga menginspirasi, Salam safety!

×