Sekali Hilang, Lenyap untuk Selamanya
Bagaimana jika suara tawa anak-anakmu tidak bisa lagi kau dengar? Bagaimana jika alunan musik favoritmu tidak bisa lagi kau nikmati? Bagaimana jika canda dan obrolan hangat bersama teman atau kerabat tidak dapat lagi kau ikuti?
Itulah yang kini dialami Yudha.
Andai waktu bisa diulang, betapa ingin dia kembali pada masa beberapa tahun silam untuk memperbaiki semuanya. Untuk mencegah agar kenyataan yang sulit diterima ini tidak terjadi. Sayang, waktu berjalan linear. Hal yang telah lewat tidak akan pernah bisa disentuh kembali, terlebih diperbaiki.
Yudha masih ingat, profesi yang mengantarkannya menjadi manusia yang tidak lagi bisa mendengar ini dilakoninya pada permulaan tahun 2005. Saat itu dia masih muda, penuh semangat, tapi cenderung tidak peduli pada kesehatan dan keselamatan kerja. Yang penting kerja. Dapat uang. Selesai.
Bekerja di sebuah bengkel mesin untuk memperbaiki dan membuat kapal, membuat Yudha bekerja di antara bahaya kebisingan yang besar. Setiap saat dia terpapar kebisingan dari berbagai mesin dan alat kerja dengan intensitas lebih dari 85 dBA selama hampir delapan jam dalam sehari.
Pada tiga hingga empat tahun pertama bekerja, dia tidak pernah menggunakan alat pelindung pendengaran. Bikin tidak nyaman, katanya. Namun, karena sering ditegur dan diingatkan rekan-rekannya, maka di tahun kelima Yudha mulai menggunakan earmuff.
“Lebih baik didobel, Yud. Pakai earplug dulu, terus tambah earmuff,” kata temannya suatu ketika. Yudha tidak mengindahkan. Menurutnya, memakai earmuff saja sudah terasa tidak nyaman, apalagi ada selipan earplug lagi di lubang telinga. Rasa tidak nyamannya pasti akan berlipat ganda.
Walaupun sudah memakai earmuff, bahaya kebisingan ternyata tidak lantas tereduksi. Karena jika ingin mendengar percakapan dengan baik, Yudha selalu membuka salah satu sisi earmuff yang menempel di telinganya. Jika orang yang mengajak bicara berasal dari sebelah kanan, maka sisi earmuff yang dibuka adalah sisi kanan. Begitu pun sebaliknya. Kegiatan membuka salah satu sisi earmuff itu biasanya dilakukan selama kegiatan mengobrol berlangsung. Semakin lama seseorang mengajak bicara, semakin lama pula salah satu sisi earmuff dibuka.
Cara kerja buruk yang dilakukan Yudha ini terus berlangsung hingga masa kerjanya memasuki umur 13 tahun. Sampai akhirnya, berbagai gangguan pendengaran pun mulai diderita.
Suatu ketika, Yudha pernah salah mendengar instruksi yang diberikan oleh atasannya. Yang harusnya pekerjaan itu dilakukan hari Rabu, tapi Yudha malah melakukannya pada hari Sabtu. Hal itu membuatnya dimarahi habis-habisan.
Kali lain, Yudha sempat menyebabkan rekannya terluka saat mereka sedang memperbaiki salah satu bagian mesin. Ketika pekerjaan hampir selesai, Yudha bertanya apa mesin itu mau coba dinyalakan atau tidak. Rekannya jelas-jelas berkata tidak. Tapi yang didengar Yudha justru sebaliknya. Alhasil, jari tangan rekannya itu terluka oleh bagian mesin yang bergerak, bahkan hampir putus.
Bertahun-tahun mengalami berbagai kejadian serupa tidak membuat Yudha sadar bahwa pendengarannya bermasalah. Sebabnya, komunikasi kurang baik di area kerja yang bising dianggapnya sebagai hal yang sangat biasa terjadi. Namanya juga area kerja bising.
Memang, dirinya pernah merasa bahwa pendengarannya terganggu jika sedang bekerja. Namun, Yudha tidak pernah memeriksakannya ke dokter karena saat pulang ke rumah, pendengarannya sering kali kembali normal. Teman-temannya pun kerap mengaku hal yang sama. Jadi, Yudha makin mantap meyakini bahwa semua itu adalah perkara yang tidak perlu dibesar-besarkan.
Bahkan, suara berdenging dalam telinga Yudha dianggapnya juga suatu hal yang wajar. Apalagi suara berdenging yang kemudian hari diketahuinya disebut tinnitus itu tidak muncul setiap saat, hanya sesekali dan setelahnya hilang sendiri.
Namun, kejadian terakhir yang dialami Yudha mengubah pandangannya. Saat itu, seorang operator tengah mengoperasikan crane. Material yang diangkat oleh crane itu tentu saja bukan material sembarangan. Material itu adalah beberapa bagian kapal yang berukuran besar dan berbobot sangat berat. Jika sial material itu terjatuh, maka siapa pun yang tertimpa bisa mati seketika.
Dan pada hari itu, Yudha berjalan begitu saja dia area operasi crane tersebut. Dia tidak menyadari bahwa di atasnya sedang berlangsung aktivitas pengangkatan material oleh crane. Beberapa rekan kerjanya meneriaki agar Yudha tidak melintas area itu.
“Woi, jangan jalan ke situ. Bahaya!” Teriak dua orang sekaligus disertai lambaian tangan. Sayang, Yudha tidak mendengar peringatan itu.
Di saat bersamaan, tiba-tiba ada beberapa material yang belum benar-benar siap untuk dipindahkan, tapi crane keburu digerakkan oleh operator. Alhasil, material itu terjatuh di tengah jalan. Beruntung, material itu tidak mengenai Yudha. Maut berjarak sekitar satu meter dari dirinya.
Sejak hari ini, Yudha mulai curiga kalau pendengarannya memang bermasalah. Dia pun segera memeriksakan diri ke dokter. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Yudha menderita Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB). Gangguan itu bersifat permanen. Yudha tidak akan bisa mendengar lagi. Karena sekali pendengaran seseorang hilang, maka ia akan lenyap untuk selamanya.
Semoga Menginspirasi, Salam Safety!