Selamatkan Diri dari Api

Suasana mendadak riuh saat seseorang dalam gedung perkantoran itu tiba-tiba meneriakkan kata “kebakaran!”. Aksan dan Pras yang sedang berada di ruang meeting sontak lari keluar untuk mencari sumber suara.

“Kebakaran, Mas!” ucap Aksan dengan mata terbelalak. Badannya gemetar.

Kebanyakan karyawan langsung berhamburan menyelamatkan diri. Hanya beberapa di antaranya  yang terlihat berusaha memadamkan api.

“Ayo kita bantu padamkan!” ajak Pras sambil berlari menuju sumber api. Aksan refleks mengikuti langkah kaki Pras.

Di area kebakaran, tampak seorang pria menenteng ember yang sudah tidak ada airnya dan dua orang pria menenteng Alat Pemadam Api Ringan yang tidak bisa mereka gunakan. Yang satu beralasan kalau APAR-nya tidak berfungsi, sementara yang lain memang tidak tahu cara penggunaannya.

Bukan hanya orang itu, tapi mayoritas penghuni gedung kantor ini memang tidak tahu cara menggunakan APAR. Pasalnya, mereka tidak pernah mendapatkan sosialisasi yang baik tentang cara penggunaan alat tersebut. Memang, dulu pernah ada pelatihannya. Tapi, itu sudah sangat lama dan hanya dilakukan satu kali saja. Selain itu, penghuni gedung ini banyak juga yang tergolong karyawan baru. Sudah pasti, pengetahuan mereka akan penggunaan alat ini minim sekali.

Untungnya, Pras termasuk karyawan lama yang kebagian training penggunaan alat tersebut dan masih mengingat langkahnya hingga kini.

“Sini Mas, biar saya saja yang pakai APAR-nya,” ucap Pras pada pria tadi.

“Mas bisa pakainya?” tanya Aksan was-was.

“Bisa!” jawabnya sambil mencabut pin pengaman pada APAR.

Dengan sigap, Pras kemudian melakukan langkah-langkah penggunaan APAR yang diringkas menjadi akronim “CARA” itu. C yang berarti Cabut pin pengaman. A yang berarti Arahkan pada sumber api. R berarti Remas dan tekan pemicu untuk menyemprotkan isi APAR. Dan A terakhir untuk rAtakan ke seluruh sumber api.

Sayang, setelah alat pemadam api ringan itu berhasil digunakan, api tidak kunjung padam. Rupanya, api sudah terlalu besar untuk bisa dipadamkan oleh APAR yang hanya bisa memadamkan kebakaran tahap awal saja. Bukan hanya sudah terlalu besar, api juga tanpa disadari sudah menjalar ke berbagai ruangan.

Di tengah kepanikan akibat kobaran api yang makin meluas, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang cukup besar dari ruangan sekitar sumber api. Tidak tahu apa yang menjadi sebabnya, yang jelas suasana gedung yang terbakar jadi kian mencekam.

“Jangan panik. Ayo kita segera keluar dari sini,” ucap Pras pada empat rekannya itu.

“Tapi Mas, bagaimana dengan Dul?” tanya Aksan yang kini gemetar kian hebat.

“Memangnya dia ke mana?”

“Tidak tahu, Mas. Yang jelas tadi dia keluar ruangan sebelum kebakaran,” jawab Aksan.

“Ayo kita pergi saja! Mungkin Dul sudah keluar gedung duluan,” paksa Pras.

“Tapi, Mas…” potong Aksan. Pras tidak menggubris. Pikirnya, nyawa dirinya, Aksan, dan tiga orang lainnya harus menjadi prioritas.

“Mas, saya juga harus membawa dulu barang-barang penting di laci meja kerja,” ucap salah seorang lainnya. Lagi-lagi, Pras hanya bisa menolak. Mengingat api kian membesar, tindakan itu dirasanya akan sangat berisiko.

“Ya sudah, ayo cepat kita naik lift,” ujar pria pembawa ember.

“Jangan gunakan lift saat kebakaran! Bahaya. Kita keluar lewat tangga saja,” ucap Pras dengan tegas.

Karena tidak melewati lift, satu-satunya jalan keluar lain menuju lantai bawah adalah dengan melewati area yang meledak dan terbakar tadi. Bukan hanya ngeri karena harus menerobos api saja, tapi kengerian juga dirasa karena mereka melihat pemandangan yang tidak biasa kala melewati area itu.

Di sana, terdapat dua orang yang tengah tersungkur dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya penuh luka dan separuh terbakar. Pras dan lainnya hendak menolong, tapi api terus membesar dan menghalangi jalan menuju mereka. Belum sempat lima pria itu melakukan usaha lebih untuk memberi bantuan, puing-puing bangunan lebih dulu menimpa tubuh dua orang yang tidak berdaya itu.

Dengan berat hati, mereka pun kembali lanjut berlari.

Perjalanan untuk turun dari lantai lima, tempat peristiwa kebakaran itu terjadi, ternyata tidak mudah. Selain karena asap yang kian menebal serta tidak adanya sign jalur evakuasi yang memadai, jalur keluar yang paling mungkin dilalui juga tidak mulus. Beberapa kardus besar menghalangi lorong menuju tangga darurat. Bahkan, ada juga beberapa ember lengkap dengan alat pelnya tergeletak di sekitar lorong itu.

“Ayo kita merangkak!” tutur Pras tiba-tiba.

“Kenapa merangkak, Mas?” tanya Aksan keheranan.

“Kalo berjalan tegak, nanti asap yang terhirup makin banyak. Sangat berbahaya,” jawab Pras.

“Tutup juga hidung dan mulut kalian,” tambahnya sambil menutup hidung dan mulut dengan menarik baju dalam yang dipakainya untuk merangkap kemeja. Semuanya manut.

Setelah berhasil menuruni satu per satu lantai gedung, akhirnya mereka bisa keluar dengan selamat. Di luar sana, mereka disambut dengan ramainya orang-orang yang berjejalan. Ada yang menonton, ada juga yang ikut membantu memadamkan kebakaran. Di antara kerumunan itu, Aksan mencari-cari Dul, teman karibnya. Sayang, Abdul tidak pernah ditemukan.

Semoga Menginspirasi, Salam Safety!

 

 

 

 

×