Waspada pada Bahaya Gempa
Siang itu, Pak Yus sedang memberikan pengumuman pada seluruh karyawan. Katanya, besok akan diadakan penyuluhan sekaligus simulasi cara menghadapi gempa. Penyuluhan tersebut akan diberikan oleh dirinya sendiri dengan dibantu oleh sebuah tim terlatih.
Penyuluhan dan simulasi tersebut mendadak diberikan setelah atasannya khawatir dengan berbagai pemberitaan gempa yang terjadi di tanah air. Terlebih, lokasi perusahaan tempat Pak Yus bekerja memang termasuk ke dalam wilayah rawan gempa.
“Pas banyak berita soal gempa kayak gini, baru deh ngasih penyuluhan.”
“Huuusssh! Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.”
“Iya, sih.”
“O ya, bro, nanti kita jadi nge-gym?”
“Jadi, dong!”
“Aku numpang mobilmu, ya? Ga bawa kendaraan soalnya.”
“Sip!”
“Ada masalah, Marlo, Yama?” tanya Pak Yus pada keduanya yang ketahuan mengobrol di tengah sesi pengumuman itu.
“Emm… anu, Pak. Marlo ini cuma bertanya, besok penyuluhannya jam berapa?” kilahnya.
“O, iya. Kalau soal itu, mungkin pagi saja. Sekitar jam 9,” jawab Pak Yus.
Belum sempat penyuluhan diberikan, sore harinya, menjelang jam pulang, gempa benar-benar terjadi. Entah berapa magnitudo guncangannya, tapi gempa yang berlangsung belasan detik itu cukup membuat para karyawan yang berada di gedung perkantoran tersebut histeris.
“Semuanya harap tenang!” ujar Pak Yus.
Sayang, kepanikan keburu melanda. Banyak karyawan terlihat berlarian menyelamatkan diri. Ada yang langsung turun tangga, ada pula yang lekas-lekas pergi menuju lift. Tentu saja, tujuannya agar sampai di lantai bawah dan keluar dengan lebih cepat.
“Jangan! Jangan naik lift!” teriak Pak Yus. Tapi, mereka tidak mengindahkan.
Hal yang sama juga dilakukannya pada karyawan yang hendak keluar menuju tangga. Tapi, lagi-lagi respons yang sama didapatkannya: tidak dihiraukan.
Saat guncangan gempa pada detik-detik selanjutnya terasa semakin besar, dengan sigap Pak Yus mengajak orang-orang yang masih diam dalam ruangan itu untuk segera berlindung di bawah meja kerja masing-masing.
“Yama, ayo masuk ke kolong meja. Jangan berdiri dekat jendela seperti itu!” teriaknya pada Yama yang sedari tadi memang berpegangan pada bilang-bilah kaca jendela yang terbuka.
“Marlo, kamu juga cepat berlindung di sini!” tunjuk Pak Yus mengarahkan Marlo pada meja kerjanya. “Jangan berdiri dekat rak. Itu juga sama bahayanya,” imbuh Pak Yus.
Dengan cepat semua orang yang masih berada di ruangan itu lantas berlindung di bawah naungan meja.
“Berapa lama kita harus di sini, Pak?” tanya Yama. Barang-barang dan folder-folder berisi berbagai jenis berkas yang tersimpan di ujung rak terdengar bergerak-gerak. Beberapa lukisan dan poster yang menggantung di dinding pun oleng.
“Tunggu saja dulu, sampai dirasa aman.”
Beberapa detik setelahnya, guncangan gempa semakin mengecil lalu berhenti. Untungnya, gempa ini memang bukan tergolong gempa besar yang dapat merobohkan tembok atau bangunan. Tidak ada kerusakan yang signifikan. Hanya saja, beberapa barang tampak terjatuh dari tempatnya.
Tidak perlu menunggu instruksi Pak Yus, segera setelah gempa berhenti semuanya langsung mempersiapkan diri untuk pulang. Para karyawan yang tadi berhamburan keluar pun terlihat kembali lagi ke meja kerjanya untuk sekadar membawa tas atau barang pribadi lainnya. Beberapa di antaranya ada yang berjalan dengan terpincang-pincang karena kaki terkilir saat berlari menuruni tangga.
“Hati-hati dengan potensi gempa susulan,” ujar Pak Yus.
Dirinya pun berpesan, jika gempa yang sama terjadi di rumah, mereka harus melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan tadi. Poin utamanya adalah lindungi kepala. Jika tidak ada meja, mereka bisa berlindung di bawah ranjang, atau permukaan apa pun yang sekiranya kokoh dan mampu melindungi kepala dari potensi kejatuhan puing atau benda. Kalaupun semuanya tidak ada, kepala harus tetap dilindungi, baik dengan menggunakan bantal maupun kedua tangan.
“Ingat! Jangan berdiam dekat tembok, jendela, di bawah lampu gantung, atau apa pun yang berisiko runtuh atau terjatuh menimpa kita saat terjadi gempa,” imbuhnya. Semua karyawan mengangguk pelan.
Saat pulang, kekhawatiran Pak Yus terbukti. Gempa susulan itu benar-benar terjadi. Pada gempa kedua itu, dirinya masih berada dalam mobil menuju rumah. Awalnya, karena gempa yang terjadi cukup kecil, maka Pak Yus menghentikan kendaraan dan berdiam diri di dalamnya. Namun, karena semakin lama guncangan terasa semakin hebat, dia pun segera keluar dari lalu bergerak menuju tempat terbuka.
“Untuk yang masih di jalan, hindari pohon, terowongan, jembatan, tiang listrik, jembatan layang atau jembatan penyeberangan, papan reklame, dan lainnya” tulis Pak Yus dalam grup WA kantor saat gempa kembali terjadi untuk yang ketiga kalinya.
Dia hanya bisa berdoa, semoga keluarganya di rumah dan rekan-rekan kerjanya yang mungkin saja masih berada di jalan, baik-baik saja dalam gempa yang guncangannya terasa cukup hebat ini.
Beruntung, keluarganya selamat. Walaupun setelah membaca dan menonton berita, diketahui bahwa gempa tadi magnitudonya mencapai 6,2 dan mengakibatkan kerusakan bangunan yang lumayan parah di beberapa lokasi.
Sayangnya, Yama dan Marlo ternyata tidak sempat membaca WA yang dikirimkan manajernya. Saat terjadi gempa, mereka memarkir mobil di area yang tidak aman. Sebuah papan iklan roboh dan menimpa mobil Marlo. Keduanya pun mengalami luka yang cukup parah dan harus mendapat perawatan yang intensif di rumah sakit.
Semoga menginspirasi, Salam safety!