K3 Perkantoran: Siaga Bencana di Perkantoran, Pengelola Gedung dan Pekerja Harus Paham Hal Ini!

Setiap kantor perlu melaksanakan kewaspadaan dengan melakukan kegiatan manajemen tanggap darurat gedung hingga pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

Perkantoran sebagai salah satu tempat kerja, tidak terlepas dari berbagai potensi bahaya. Gedung tinggi (gedung perkantoran) sangat rentan terhadap aspek keselamatan saat terjadi bencana alam dan kebakaran.

Kondisi ini apabila tidak diantisipasi dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan akibat kerja yang menimbulkan korban jiwa. Kita semua tahu, bencana memang sesuatu yang tidak dapat dihindari akan tetapi dapat diminimalkan tingkat kerugian maupun korbannya.

Risiko korban dan kerugian dapat dihilangkan atau diminimalkan dengan cara memberikan informasi tanggap darurat yang tepat pada penghuni gedung ketika bencana terjadi.

Dalam hal ini standar penyelenggaraan keselamatan terkait kewaspadaan bencana perkantoran yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk memperkecil risiko timbulnya korban dan meminimalkan kerugian lainnya.

Baca juga:

 

Mengenal Kewaspadaan Bencana Perkantoran, Begini Menurut Regulasi!

Setiap kantor perlu melaksanakan kewaspadaan bencana perkantoran dengan melakukan berbagai kegiatan manajemen tanggap darurat gedung hingga pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

Bencana perkantoran adalah kejadian yang tidak diinginkan di perkantoran, di antaranya kebakaran, gempa, bahaya biologi, huru-hara, banjir, dan ancaman bom.

Pemerintah mengeluarkan Permenkes No.48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran, yang mengatur mengenai kewaspadaan bencana perkantoran, meliputi:

1. Manajemen Tanggap Darurat Gedung

Manajemen tanggap darurat gedung bertujuan untuk meminimalkan dampak terjadinya kejadian yang dapat menimbulkan kejadian fisik, material, jiwa, bagi pekerja dan pengunjung perkantoran.

Manajemen darurat gedung meliputi:

  1. Identifikasi risiko kondisi darurat atau bencana.
  2. Penilaian analisa risiko kondisi darurat atau bencana.
  3. Pemetaan risiko kondisi darurat atau bencana.
  4. Pengendalian kondisi darurat atau bencana, meliputi tim tanggap darurat atau bencana dan prosedur tanggap darurat atau bencana.
  5. Simulasi kondisi darurat atau bencana berdasarkan penilaian analisa risiko kerentanan bencana, meliputi simulasi pada kebakaran, ancaman bom, gempa bumi, banjir, dll.
  6. Mengatasi dampak yang berkaitan dengan kejadian setelah bencana

 

Pimpinan Kantor dan/atau Pengelola Gedung harus memiliki rencana dan prosedur untuk mencegah dan melakukan tindakan dalam keadaan darurat. Rencana keadaan darurat memuat hal-hal berikut:

  1. Jasa dan personel yang bertanggung jawab untuk setiap
  2. kejadian darurat.
  3. Tindakan aksi untuk keadaan darurat yang berbeda-beda.
  4. Data dan informasi tentang bahan-bahan berbahaya.
  5. Langkah yang harus dilakukan bila terjadi kecelakaan.
  6. Rencana pelatihan darurat.

Berikut tindakan awal dalam rencana tanggap darurat, antara lain:

  1. Merencanakan suatu titik kumpul (Assembly Point) yang merupakan suatu Denah Evakuasi yang menunjukkan kemana pekerja berkumpul bila terjadi kondisi darurat dan diperintahkan untuk evakuasi.
  2. Mengadakan simulasi kebakaran dan bencana yang melibatkan dinas kebakaran setempat dan kalau perlu dengan mengikutsertakan dinas atau instansi terkait lainnya.
  3. Menyiapkan sirene-sirene dan alarm tanda bahaya.
  4. Menyiapkan rambu-rambu arah ke tempat titik kumpul, lokasi tabung pemadam kebakaran dan lain-lain.
  5. Menyiapkan prosedur tanggap darurat.

2. Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung

Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG) adalah bagian dari manajemen gedung untuk mewujudkan keselamatan penghuni bangunan gedung dari kebakaran dengan mengupayakan kesiapan instalasi proteksi kebakaran, baik proteksi aktif maupun pasif agar kinerjanya selalu baik dan siap pakai.

Adapun pendukung dari MKKG tersebut adalah Proteksi Kebakaran, yakni harus didukung dengan peralatan sistem perlindungan/pengamanan bangunan gedung dari kebakaran yang di pasang pada bangunan gedung, seperti:

  1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
  2. Alat Pemadam Api Berat (APAB) yang menggunakan roda.
  3. Sistem Alarm Kebakaran manual dan/atau otomatis.
  4. Hydrant halaman.
  5. Sistem Sprinkler Otomatis
  6. Sistem Pengendalian Asap.

Adapun tata cara menanggulangi kebakaran di gedung perkantoran antara lain: Mengendalikan setiap perwujudan energi panas, seperti listrik, rokok, api terbuka, dll.

  • Mengendalikan keamanan setiap penanganan dan penyimpanan bahan yang mudah terbakar.
  • Mengatur kompartemenisasi ruangan untuk mengendalikan penyebaran/penjalaran api, panas, asap dan gas.
  • Mengatur layout proses, letak jarak antar bangunan, pembagian zona menurut jenis dan tingkat bahaya.
  • Menerapkan sistem deteksi dini dan alarm.
  • Menyediakan sarana pemadam kebakaran yang andal.
  • Menyediakan sarana evakuasi yang aman.
  • Membentuk regu atau petugas penanggulangan kebakaran.
  • Melaksanakan latihan penanggulangan kebakaran.
  • Mengadakan inspeksi, pengujian, perawatan terhadap sistem proteksi kebakaran secara teratur.

3. Evakuasi

Dengan adanya sarana evakuasi yang jelas menuju pintu keluar darurat atau titik kumpul, dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pekerja saat melakukan evakuasi. Berikut persyaratan evakuasi di gedung perkantoran:

  1. Rute evakuasi harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai.
  2. Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari bahaya api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga di mana saja penghuni dapat, menjangkau pintu keluar (exit).
  3. Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan mempunyai lebar untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar 2 m.
  4. Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber utama.
  5. Arah menuju pintu keluar (exit) harus dipasang petunjuk yang jelas.
  6. Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.

4. Mekanik dan Elektrik

  1. Pemasangan instalasi listrik harus aman dan atas dasar hasil perhitungan yang sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Listrik dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja.
  2. Setiap bangunan gedung harus memiliki pembangkit listrik darurat sebagai cadangan, yang dapat memenuhi kesinambungan pelayanan, berupa genset darurat dengan minimum 40% daya terpasang.
  3. Penggunaan pembangkit tenaga listrik darurat harus memenuhi syarat keamanan terhadap gangguan dan tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, knalpot diberi peredam dan dinding rumah genset diberi peredam bunyi.

5. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

  1. Semua kantor harus memiliki karyawan yang terlatih P3K dan mempunyai sertifikat P3K yang bertaraf nasional.
  2. Fasilitas P3K harus di tempatkan pada tempat yang mudah dijangkau.
  3. Tempat kerja yang besar harus mempunyai Pusat P3K dengan persyaratan:
  • Memiliki peralatan yang memadai, mudah diidentifikasikan, kebersihan yang selalu terjaga, dan tercatat dengan baik.
  • Penerangan dan ventilasi yang mencukupi.
  • Penyediaan sediaan medis yang cukup untuk pengobatan, bidai, tandu dan obat-obatan harus disediakan.
  • Mempunyai air mengalir yang bersih.
  • Mempunyai kelengkapan seperti tandu/usungan dan telepon.

 

4. Ada SPO rujukan kasus penyakit ataupun kecelakaan.

5. Alat-alat P3K dan kotak obat-obatan harus berisi paling sedikit dengan obat untuk kompres, perban, gauze yang steril, antiseptik, plester, tourniquet, gunting, splint, dan perlengkapan gigitan ular.

6. Isi dari kotak obat-obatan dan alat P3K harus diperiksa secara teratur dan harus dijaga supaya tetap berisi (tidak boleh kosong).

7. Alat-alat P3K dan kotak obat-obatan harus berisi keterangan/instruksi yang mudah dan jelas sehingga mudah dimengerti.

Waktu merupakan hal yang sangat penting saat evakuasi jika terjadi keadaan darurat di gedung perkantoran. Semakin cepat reaksi/tanggapan, maka semakin besar kesempatan untuk memperbaiki dan menghindari potensi kerusakan, kerugian, hingga korban jiwa.

Kewaspadaan bencana perkantoran dengan manajemen tanggap darurat yang baik harus dilaksanakan oleh Pimpinan Kantor dan/atau Pengelola Gedung agar korban jiwa atau kerugian lainnya dapat diminimalkan.

Catatan: Kewaspadaan bencana perkantoran selengkapnya tercantum dalam Lampiran Permenkes No.48 Tahun 2016, Bab III, Poin B.

Semoga bermanfaat. Salam safety!

 

 

 

 

×